+10 344 123 64 77

Thursday, November 20, 2014

HADITS TENTANG MANISNYA IMAN



A.    Hadis Tentang Manisnya Imam.

وعن انس عن النبي صم قال: ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الايمان : ان يكون الله ورسوله احب اليه مما سواهما, وان يحب المرء لايحبه الا لله, وان يكره ان يعود في الكفر بعد ان انقده الله منه كما يكره ان يكره ان يقدف في النار. (متفق عليه)


            Dari Anas, dari Nabi SAW beliau bersabda: "Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka."

Dari penjelasan hadist di atas dapat disimpulkan adaTiga tanda manisnya Iman. Sebagaimana hadis Nabi, antara lain  yaitu :
Pertama, golongan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada apapun juga.
Kedua, golongan yang bila mencintai atau menyukai seseorang hanya atas dasar karena dia cinta kepada Allah Swt.
Ketiga, golongan yang sangat membenci pada kekafiran.
Berikut ini penjelasan tentang hadist manisnya iman.
قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ
Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman
Dalam hadits ini dipakai istilahحَلاَوَةُ الإِيمَانِ  (manisnya iman). Dalam ilmu balaghah, istilah seperti ini disebut isti'arah takhyiliyyah, yaitu majaz (kiasan) yang dibangun dari tasybih (penyerupaan) imajinasi. Semacam majas metafora dalam bahasa Indonesia. Bahwa iman itu terasa manis.
              Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, ini mengindikasikan bahwa tidak semua orang bisa merasakannya. Sebagaimana manisnya madu hanya akan dirasakan oleh orang yang sehat, sedangkan orang yang sakit kuning tidak mampu merasakan manisnya. Demikian pula manisnya iman. Ia hanya didapatkan oleh orang-orang yang imannya "sehat". Diantaranya adalah yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam penggalan hadist berikutnya.
Manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) juga mengingatkan kita ibarat pohon, iman itu memiliki buah manisnya bisa dirasakan oleh seorang mukmin. Tentu saja pohon baru bisa berbuah ketika akarnya teguh dan pohonnya kuat. Jadi ia tidak mudah dirasakan oleh setiap orang.
Sebagian ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) merasakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridha Allah, lebih mengutamakan ridha-Nya dari pada kesenangan dunia, dan merasakan lezatnya kecintaan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya
Inilah hal pertama yang membuahkan manisnya iman: mencintai Allah dan Rasul-melebihi selainnya. Seorang mukmin haruslah menyempurnakan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, baru ia mendapati manisnya iman. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tidak cukup hanya sekedarnya, tetapi harus melebihi dari yang selainnya.
            Manusia akan merasakan kebahagiaan besar ketika sedang mencintai. Maka manisnya iman menjadi buah yang dirasakan seorang mukmin ketika ia mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sempurna. Inilah yang menjelaskan mengapa Bilal sanggup menahan panasnya pasir dan terik surya, beratnya batu yang menindihnya, serta hinaan menyakitkan Umayyah dan kawan-kawannya. Dalam kondisi demikian, Bilal tetap melantunkan manisnya iman melalui lisannya: "ahad, ahad..."

وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ
Dan mencintai seseorang semata-mata karena Allah
Jika kecintaannya kepada Allah adalah yang pertama dan tidak boleh terkalahkan oleh selainnya, demikian pula Rasulullah sebagai yang paling dicintai, bukan berarti kita diperkenankan mencintai sesama. Cinta itu fitrah. Maka mencintai kedua orang tua, anak, saudara,sahabat, dan sesama mukmin juga dibutuhkan. Dan tatkala cinta itu karena Allah semata, maka iman akan manisnya iman dapat dirasakan.
Generasi pertama umat ini adalah generasi yang sukses dalam membina cinta karena Allah ini. Maka dengan cinta lillah, suku Aus dan Khazraj yang semula bermusuhan menjadi bersaudara di bawah satu bendera: Ansar. Pada saat itu, mereka merasakan manisnya iman. Lalu, muhajirin dan anshar yang belum pernah bersua pun, tiba-tiba menjadi saling berbagi. Membagi harta menjadi dua, membagi kebun dan rumah agar bisa sama-sama hidup layak dalam perjuangan bersama. Pada saat itu, mereka merasakan manisnya iman.
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ
Dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka
Dalam riwayat Muslim, redaksi hadits tentang manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) ini pada poin ketiga berbunyi :
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Dan benci kembali kapada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah, sebagaimana kebenciannya dilempar ke dalam api neraka.
Dan itulah yang, lagi-lagi, kita dapati pada generasi sahabat Nabi. Maka ketika Sayyid Quthb memotret tiga karakter sahabat yang menjadi faktor utama keberhasilan mereka, salah satunya ia catat: "Saat mereka masuk Islam dan mendapat Al-Qur'an seketika mereka melepas seluruh kejahiliyahan"
            Rasulullah SAW dalam berbagai kesempatan juga mengingatkan para sahabat agar jangan sampai kembali kepada kejahiliyahan, meskipun hanya sebagian sifatnya. Maka Rasulullah mengingatkan kaum Anshar ketika hampir saja mereka bermusuhan kembali antara suku Aus dan Khazraj seperti perang bu'ats. Rasulullah juga pernah mengingatkan Abu Dzar tatkala berselisih dengan Bilal lalu mencelanya dengan nada sentimen kesukuan. "Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah" tegur Rasulullah yang selalu dikenang Abu Dzar. Dan sejak saat itu ia lebih mencintai dan menghormati Bilal.

0 komentar:

Post a Comment