+10 344 123 64 77

Tuesday, November 18, 2014

“Studi Al-Qur’an” (AL-QUR’AN DAN SEJARAHNYA)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Kitab suci al-Qur’an adalah sumber inspirasi kehidupan manusia. Krena semua yang dibutuhkan oleh manusia tersedia di dalamnya. Tinggal mau atau tidak untuk mengambil dan menggunakannya. Jika kita belum menemukan apa-apa di dalamnya, padahal kita senantiasa membacanya, boleh jadi interaksi kita dengan al-Qur’an belum sempurna, karena kita hanya sekedar membaca tanpa melihat aspek-aspek lain yang justru penting. Jika kita menengok sejarah, saat kejayaan Islam mencapai puncaknya, kita akan mengetahui dan menyadari bahwa umat Islam saat itu benar-benar menjadikan al-Qur’an sebagai sumber ilmu dan inspirasi. Oleh karena itu, sebelum kita membahas lebih jauh tentang al-Qur’an, kita harus terlebih dahulu mengetahui pengertian al-Qur’an agar kita tidak salah dalam memaknai al-Qur’an dan mengetahui apa saja yang berhubungan dengan al-Qur’an.

B.     Rumusan masalah
1.      Menjelaskan pengertian al-Qur’an
2.      Menjelaskan nama-nama al-Qur’an
3.      Menganalisa sejarah turunnya al-Qur’an
4.      Menganalisa sejarah pembukuan dan pembakuan al-Quran

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari al-Qur’an
2.      Untuk mengetahui nama-nama lain al-Qur’an
3.      Untuk mengetahui sejarah turunnya al-Qur’an
4.      Untuk mengetahui sejarah pembukuan dan pembakuan al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologi kata al-Qur’an dari kata- يقرأ - قرءانا  قرأ  yang artinya bacaan atau yang dibaca (bermakna isim maf’ul) Menurut ahli bahasa, Al-Llihyani (wafat 215 H). Kata al-Qur’an adalam isim Masdar dengan arti Isim Maf’ul (مقروء) yaitu yang dibaca. Karena di dunia ini tidak ada buku bacaan, buku atau kitab seperti al-Qu’an yang senantiasa dibaca, dimusabaqohkan dan dikaji oleh berjuta-juta manusia.
Secara terminologi, al-Qur’an menurut Dr. Subhi Al-Shalih adalah kalam Allah SWT. yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir. Membacanya termasuk ibadah. Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan al-Quran adalah firman Allah yang tiada tandingannya. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai penutup nabi dan rasul dengan perantara malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah.
Nama-Nama Lain Al-Qur’an
Al-Qadi Abu Al-Ma’aliy ‘Aziziy bin Abdu Al-Malik, seperti dikutip Al-Zzarkasyi di dalam Al-Burhan[1] mengatakan bahwa Al-Qur’an memiliki 55 buah nama[2]. Untuk mendukung pendapatnya ini, Ibnu Abd Malik menggunakan ayat-ayat al-Qur’an. Di antaranya adalah :

1.      Kitab (Ad-Dukhan, ayat 1 dan 2)
2.      Quran (Al-Waqi’ah, ayat 77)
3.      Kalam (At-Taubah, ayat 6)
4.      Nur (An-Nisaa’, ayat 174)
5.      Hudan (Luqman, ayat 3)
6.      Rahmah (Yunus, ayat 58)
7.      Furqan (Al-Furqan, ayat 1)
8.      Syifa (Al-Isra’, ayat 82)
9.      Maw’izhah (Yunus, ayat 57)
10.  Dzikra (Al-Anbiya’, ayat 50)
11.  Karim (Al-Waqi’ah, ayat 77)
12.  Ali (Al-Zukhruf, ayat 41)
13.  Hikmah (Al-Qamar, ayat 5)
14.  Hakim (Yunus, ayat 1 dan 2)
15.  Muhaymin (Al-Maidah, ayat 48)
16.  Mubarak (Shad, ayat 29)
17.  Habl (Ali ‘Imran, ayat 103
18.  Shirath (Al-An’am, ayat 153)
19.  Al-Qayyim (Al-Kahfi, ayat 1 dan 2)
20.  Fadhla (At-Thariq, ayat 13)
Nama-nama al-Qur’an yang disodorkan Ibnu Abd Malik memang bermakna bagus, tetapi terkesan dipaksakan, Karena orang yang memahaminya mendapat rahmat. Ayat yang dijadikan dalilnya adalah surah Yunus ayat 58, yang berbunyi :
قل بفضل الله وبرحمته فبدلك فليفرحوا
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
Rahmat  Allah memang sesuatu yang diharapkan oleh semua orang yang beriman, tetapi rahmat bukanlah nama kitab suci kaum Muslimin, atau nama lain dari al-Qur’an. Sebutan yang terasa lebih relevan lebih mengena untuk nama lain dari al-Qur’an adalah sebagai berikut :
1.      Al-Kitab.  Dinamai Kitab karena ayat-ayat al-Qur’an tertulis dalam bentuk kitab. Dalilnya :
ذلك الكتاب لاريب فيه, هدى للمتقين.
Kitab ini tidak ada keraguan padanya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 2)
Menurut pengertian yang dapat ditangkap dari beberapa ayat al-Qur’an yang lainnya. Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Injil untuk Nabi Isa, juga disebut Al-Kitab. Jadi, semua kitab suci yang diturunkan Allah kepada nabi-Nya disebut kitab atau Al-Kitab.
2.      Al-Furqan (Pembeda). Al-Qur’an menjelaskan antara yang hak dan yang batil, antara yang benar dan yang salah,dan antara yang baik dan yang buruk. Dalilnya :
تبارك الذي نزل الفرقا ن على عبده ليكون للعلمين نذيرا.

Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al-Furqan: 1)

3.      Al-Dzikr (Peringatan). Al-Qur’an mengandung peringatan-peringatan, nasihat-nasihat, serta informasi mengenai umat yang telah lalu yang tentu saja sebagai peringatan dan nasihat bagi orang yang bertaqwa. Dalilnya :

وقا لوايآ أيها الذي ىزل عليه الذكر.
Dan mereka berkata: “Wahai orang yang diturunkan padanya Al-Dzikr...”(QS. Al-Hijr: 6)
4.      Al-Mushaf. Allah menyebut suhuf[3] untuk kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Dalilnya :

ان هذا لفي الصحف الأولى. صحف ابراهيم وموسى.

Sesungguhnya ini terdapat di dalam suhuf yang terdahulu. Yaitu suhuf Ibrahim dan Musa. (QS. Al-A’la: 18-19)

Sebutan Mushaf[4] menjadi semakin populer setelah Utsman bin Affan membentuk Panitia Penghimpun Ayat-ayat Al-Qur’an dan mendistribusikan mushaf-mushaf salinan Panitia Empat itu ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Sejak itu, pengertian Al-Mushaf berkembang menjadi sebuah nama yang memberi identitas pada “Kalam Allah yang ditirunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis di dalam lembaran-lembaran, membacanya merupakan ibadah, susunan kata dan isinya mukjizat, dinukil secara mutawatir, dimulai dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas.”

Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. Dengan cara tauqifi[5], tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Allah menurunkan al-Qur’an kepada Rasul kita Muhammad untuk memberi petunjuk bagi manusia. Turunnya al-Qur’an merupakan peristiwa besar sekaligus menyatakan kedudukannnya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya al-Qur’an pertama kali pada malam lailatul qadar[6] di bulan Ramadhan. Turunnya al-Qur’an yang kedua kali secara bertahap, Rasulullah tidak menerima risalah agung ini sekaligus, dan kaumnya pun tidak pula puas dengan risalah tersebut. Oleh karena itu wahyu pun turun berangsur-angsur untuk menguatkan hati Rasul dan menghiburnya serta mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmatnya.
Al Quran diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al Quran terdiri dari 30 Juz, 6666 ayat, 114 surah dan diturunkan setahap demi setahap selama kurang lebih dua puluh tiga tahun (22 tahun, 22 Bulan, 2 Hari) : tiga belas tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah[7]. (QS. Al-Isra’ : 106)
Maksudnya: Kami telah menjadikan turunnya al-Qur’an itu secara berthap agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan dan teliti. Dan Kami menurunkannya bagian demi bagian sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian.
Para ulama membagi sejarah turunnya al-Qur’an dalam dua periode: (1) Periode sebelum hijrah ; dan (2) Periode sesudah hijrah. Tetapi disini, sejarah turunnya al-Qur’an akan dibagi menjadi tiga[8], yaitu :
1.      Periode Pertama
Pada awal turunnya wahyu pertama (iqra’), Nabi Muhammad SAW. belum dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama itu beliau baru merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turun wahyu kedua beliau ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya. Firman Allah : (QS. Al-Muddatstsir : 1-2)
يأيّهاالمدّ ثيرُ. قُم فَأَنذر.
“wahai yang berselimut. Bangkit dan berilah peringatan”
Kemudian kandungan wahyu Ilahi berkisar dalam tiga hal. Pertama, pendidikan bagi Rasulullah SAW., dalam membentuk kepribadiannya. Dalam Firman Allah SWT. dalam QS. Al-Muddatstsir : 1-7 yang artinya “wahai orang yang berselimut. Bangunlah dan sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah. Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkan kotoran (syirik). Janganlah memberikan sesuatu dengan mengharap menerima lebih banyak darinya, dan sabarlah engkau melaksanakan perintah-perintah Tuhanmu.”.
Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af’al Allah, misalnya surah Al-A’la atau surah Al-Ikhlas, yang menurut hadist Rasulullah “sebanding denngan sepertiga al-Qur’an” karena yang mengetahuinya dengan sebenarnya akan mengetahui pula persoalan-persoalan tauhid dan tanzih Allah SWT.
Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiah, serta bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliyah ketika itu.
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-macam reaksi di kalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi tersebut nyata dalam tiga hal pokok:
1.         Segolongan kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran-ajaran al-Qur’an.
2.      Sebagian besar dari masyarakat tersebut menolak ajaran al-Qur’an karena kebodohan mereka (QS. Al-Anbiyaa’ : 24), keteguhan mereka mmpertahankan adat istiadat dan tradisi nenek moyang (QS.Az-Zukhruf : 22), dan atau karena adanya maksud-maksud tertentu dari satu golongan
3.      Dakwah al-Qur’an mulai melebar melampaui perbatasan Makkah menuju daerah-daerah seitarnya.

2.      Periode Kedua
Pada periode ini, sejarah turunnya al-Qur’an berlangsung selama 8-9 tahun, di mana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan Jahiliah. Gerakan oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara dan sistem untuk menghalangi kemajuan dakwah Islamiah.
Dimulai dari fitnah, intimidasi dan penganiayaan, yang mengakibatkan para penganut ajaran al-Qur’an ketika itu terpaksa berhijrah ke Habsyah dan pada akhirnya mereka semua termasuk Rasulullah berhijrah ke Madinah.
Pada masa tersebut, ayat-ayat al-Qur’an, di satu pihak, silih berganti turun menerangkan kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan kondisi dakwah ketika itu (QS.An-Nahl : 125). Dan di lain pihak, ayat-ayat kecaman dan ancaman yang pedas terus mengalir kepada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran (QS. Fushshilat : 13). Selain itu, turun juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi-argumentasi mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat berdasarkan tanda-tanda yang dapat mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari (QS. Yaasiin : 78-82).
Di sini terbukti bahwa ayat-ayat al-Qur’an telah sanggup memblokade paham-paham jahiliah dari segala sisi sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti kedudukan dalam rasio dan alam pikiran sehat.
3.      Periode Ketiga
Selama masa periode ketiga ini, dakwah al-Qur’an telah dapat mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agama di Yatsrib. Periode ini berlangsung selama sepuluh tahun, di mana timbul bermacam-macam peristiwa, problem dan persoalan. Dengan satu susunan kata-kata yang membangkitkan semangat (QS. At-Taubah : 13-14). Ada kalanya pula merupakan perintah-perintah yang tegas disertai dengan konsiderannya (QS. Al-Maaidah : 90-91). Di samping itu, secara silih berganti, terdapat juga ayat yang menerangkan akhlak dan suluk yang harus diikuti oleh setiap muslim dalam kehidupannya sehari-hari (QS. An-Nur : 27). Semua ayat ini memberikan bimbingan kepada kaum muslim menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Di samping mendorong mereka untuk berjihad di jalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak dan suluk yang sesuai dengan keadaan mereka dalam bermacam-macam situasi[9]
Sejarah Pembukuan dan Pembakuan Al-Qur’an
A.    Pengajaran al-Qur’an di masa Nabi Muhammad SAW.
Saat menerima wahyu pertama di goa Hiro. Nabi Muhammad telah diajarkan oleh Jibril a.s. bagaimana cara membaca al-Qur’an, yaitu dengan “membaca penuh makna (‘iqra). Maksudnya al-Quran tidak sekedar dibaca dengan lisan, tetapi juga dipahami dengan pikiran”. Namun karena nabi SAW. senang dengan bacaan al-Qur’an dan membacanya dengan tergesa-gesa, oleh karena itu Allah menegur dengan menurunkan surah Al-Qiyaamah ayat 16-19. Pada surah ini menunjukkan dua cara pengajaran Al-Qur’an yang diterima Nabi SAW[10].
            Pertama, penghimpunan al-Qur’an di benak Nabi SAW. dituntun jibril a.s dengan dalam membaca al-Qur’an. Kedua, Nabi SAW. diberitahukan penjelasan mengenai kandungan wahyu al-Qur’an yang diterimanya. Mula-mula nabi membacakan ayat-ayat yang bari diterimanya. Setelah hafal mereka membacanya di hadapan Nabi, Sementara Nabi menyimaknya. Nabi juga memberikan petunjuk mengenai peletakan ayat dalam surah-surah. Setelah itu, Nabi memerintahkan di antara sahabat-sahabat yang bisa menulis untuk mencatat ayat yang baru saja diajarkan. Setelah dicatat, Nabi menjelaskan kandungan ayat tersebut. Pola pengajaran Nabi tersebut ditegaskan dalam surah Al-Jumu’ah ayat 2 yang isinya menegaskan bahwa masyarakat arab yang dihadapi Nabi umumnya belum bisa membaca dan menulis, sebagaimana Nabi sendiri. Namun dengan upaya Nabi hanya para sahabat yang sudah bisa membaca dan menulis, dan ada beberapa sahabat yang dikenal sebagai pencatat wahyu, di antaranya Abu Bakar Al-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Khubait bin Kaab, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan lain sebagainya. Agar catatan al-Qur’an tidak bercampur dengan catatan selain al-Qur’an Nabi SAW. berpesan “jangan kalian tuliskan dariku. Barang siapa yang menulis sumberku selain al-Qur’an hendaklah menghapusnya. Ceritakan saja yang berasal dariku, tidak apa-apa. Barang siapa yang berdusta atas diriku secara sengaja hendaknya ia menepati tempat duduknya di neraka[11]”. Sahabat tadi mendapatkan kewenangan dari Nabi untuk mengajarkan al-Qur’an kepada orang lain. Salah satu di antara mereka adalah Mus’ab bin ‘Umair yang untuk mengajarkan al-Qur’an kepada masyarakat Madinah sebelum kedatangan Nabi SAW. ketika Nabi pindah ke Madinah, telah banyak sahabat yang hafal al-Qur’an seperti Zaid bin Tsabit yang hafal 16 surah dalam usia 11 tahun.
            Bagi Nabi SAW. dan para sahabat, ayat al-Qur’an merupakan media yang strategis dalam memperkenalkan islam. Umar bin Al-Khattab adalah sababat Nabi yang masuk Islam karena tertegun oleh kandungan bacaan al-Qur’an. Setelah al-Qur’an dijadikan buku dan tersebar ke seluruh penjuru, maka pengiriman al-Qur’an menjadi boleh. Nabi tidak merintis proses pembukuan al-Qur’an, mengingat turunnya wahyu sebelum diketahui. Akhirnya pekerjaan ini menjadi tugas para sahabat setelah wafatnya Nabi SAW.

B.     Proses Pengumpulan Naskah al-Qur’an
Setelah Nabi SAW. wafat Abu Bakar Al-Shiddiq RA diangkat menjadi pengganti Nabi. Saat terjadi pemberontakan serta pengakuan musailamah sebagai nabi baru, Umar bin Al-Khattab RA merasa prihatin dan terdorong untuk memikirkan kelestarian al-Qur’an. Akhirnya Umar mengusulkan kepada Kholifah Abu Bakar RA agar membukukan naskah-naskah al-Qur’an yang berserakan di ttangan masing-masing sahabat. Akhirnya Abu Bakar Al-Shiddiq RA dan Umar bin Al-Khattab memberi kepercayaan kepada Zaid bin Tsabit sebagai orang yang bertanggung jawab atas pengumpulan naskah al-Qur’an. Pertimbangan memilih Zaid dari pada sahabat lain adalah :
1.      Zaid adalah seorang sahabat yang dipromosikan Nabi SAW. sebagai pakar al-Qur’an.
2.      Akhlaknya yang tidak pernah tercemar menyebabkan Abu Bakar memberi pengakuan secara khusus.
3.      Kecerdasannya menunjukkan kepentingannya, kompetensi, dan kesadaran.
4.      Pengalamannya di masa lampau sebagai penulis wahyu.
5.      Zaid adalah salah seorang sahabat yang sempat mendengan bacaan al-Qur’an malaikat Jibril bersma Nabi Muhammad di bulan Ramadhan.
Kegiatan yang dilakukan Zaid dan para sahabat dalam pengumpulan naskah al-Qur’an antara lain :
1.      Pemberian kewenangan oleh kepala negara kepada panitia pengumpulan naskah al-Qur’an
2.      Pemasangan pengumuman untuk menggali dukungan dan keterlibatan.
3.      Pelacakan dan penerimaan naskah dari tangan para sahabat.
4.      Pengadaan dua orang saksi di bawah sumpah pada seiap naskah sebagai bukti kebenaran dari Nabi SAW.
5.      Pengumpulan naskah dari semua ragam dialeka.
6.      Evaluasi naskah yang terkumpul dengan hafalan.
7.      Melengkapi naskah yang kurang.
8.      Penulisan naskah kembali dari macam maedia ke kertas oleh Zaid menjadi lembaran-lembaran setelah pengumpulannya yang di anggap sempurna.

C.     Proses Penggandaan Buku Al-Qur’an Standar
       Ketika musyawarah sahabat senior menentukan Utsman bin Affan RA sebagai kholifah. Peperangan di berbagai daerah terus berlangsung. Di medan peperangan ini, muncul permasalahan besar, yaitu perselisihan bacaan al-Qur’an dikalangan prajurit. Perselisihan ini dikhawatirkan akan merusak persatuan. Menanggapi permasalahan ini kholifah Utsman memeritahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Al-zubair, Sa’id bin Al-ash, dan Abd Al-Rohman bin Al-Harits din hisyam untuk menyalin lembaran-lembaran wahyu dalam beberapa buku dengan bahasa Quraisy. Setelah keempat sahabat tersebut berhasil menyalin lembaran-lembaran al-qur’an dalam beberapa buku al-qur’an standar, kholifah utsman pun mengembalikan lembaran-lembaran al-Qur’an kapada Hafshah. Kemudian khalifah Utsman mengirimkan setiap buku al-Qur’an tersebut ke setiap penjuru daerah dan memerintahkan untuk membakar setiap lembaran maupun buku al-Qur’an selain buku al-qur’an standar khalifah Utsman.
       Pada waktu selanjutnya diadakan proses pengumpulan ulang catatan-catatan al-Qur’an karena ada satu ayat yang tertinggal. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan kolosal yang membutuhkan 12 orang. Akhirnya pekerjaan ini membuahkan satu Buku al-Qur’an Standar yang kemudian dibandingkan dengan lembaran al-Qur’an yang berada di Hafshah dan ternyata hasilnya sama. Berikutnya adalah menggandakan Buku al-Qur’an Standar dan mengirimnya ke berbagai daerah disertai dengan pengirim guru al-qur’an yang membacakan Buku al-Qur’an Standar kepada masyarakat.
      


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
          Al-qur’an mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir. Membacanya termasuk ibadah. Nama-nama lain al-qur’an diantaranya : Al-Kitab, Al-furqon, Al-dzikr, Al-mushaf. Al-Qur’an Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. Dengan cara tauqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Al-Qu’ran diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qu’ran terdiri dari 30 Juz, 6666 ayat, 114 surah dan diturunkan setahap demi setahap selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Menurut sejarah turunnya al-qur’an terbagi menjadi tiga periode.
Sejarah pembukuan dan pembakuan al-qur’an
PERIODE
PROSES
HASIL
Masa pemerintahan khalifah Abu Bakar RA didorong oleh kekhawatiran hilangnya al-qur’an
Pembentukan pemerintahan kecil
Lembaran-lembaran al-qur’an (shuhuf) dengan urutan ayat dalam ragam dialek atau logat
Pengumuman di madinah dan sekitarnya
Penelusuran catatan al-qur’an
Kesaksian dua orang di bawah sumpah
Penulisan al-qur’an di lembaran
Evaluasi: melengkapi surat At-taubah
Penyimpanan lembaran dikepala negara

Masa pemerintahan khalifah utsman bin affan RA untuk menghindari perpecahan umat islam karena beda logat bacaan al-qur’an



Pembentukan panitia besar
Buku al-qur’an standar (mushaf ) dengan urutan ayat dan surat dalam satu dialek:Quraisy
Pengumuman keseluruh daerah
Penelusuran catatan al-qur’an
Pengumpulan catatan al-qur’an
Kesaksian dua orang di bawah sumpah
Penulisan al-qur’an di buku
Evaluasi melengkapi surat al-ahzab
Peminjaman lembaran al-qur’an di hafshah
Pembandingan buku al-qur’an standar dan lembaran al-qur’an
Penggandaan buku al-qur’an standar
Pengiriman buku al-qur’an standar ke daerah
Pengiriman guru al-qur’an
Pembakaran semua catatan al-qur’an selain buku al-qu’an standar model khalifah utsman




DAFTAR PUSTAKA

1.      Manna’ Khalil Al-Khattan. Mabahis fi Ulumil Qur’an. Jakarta. PT. Pustaka Litera AntarNusa. 2004
2.      Muchotob Hamzah. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Yogyakarta. Gama Media. 2003.
3.      Acep Hermawan, M.Ag. . ‘Ulumul Qur’an. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2011.
4.      Dr. M. Quraish Shihab, M.A. . Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung. Mizan. 1994.
5.      Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya . Studi Al-Qur’an. Surabaya. IAIN Sunan Ampel Press. 2012.



[1] Al-Burhan jilid 1, halaman 273
[2] Muchotob Hamzah. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Yogyakarta. Gama Media. 2003. Halaman 3-6
[3] Suhuf yaitu benda-benda yang telah ditulisi dengan ayat-ayat al-Qur’an.
[4] Mushaf adalah suhuf-suhuf yang telah dikumpulkan dan digabungkan.
[5] Tauqifi adalah tidak boleh seseorangpun membuat buat
[6] Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar (bahasa Arab: لَيْلَةِ الْقَدْرِ ) (malam ketetapan) adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan, yang dalam Al Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan
[7] Manna’ Khalil Al-Khattan. Mabahis fi Ulumil Qur’an. Jakarta. PT. Pustaka Litera AntarNusa. 2004 halaman 13
[8] Dr. M. Quraish Shihab, M.A. . Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung. Mizan. 1994 halaman 35

[9] Dr. M. Quraish Shihab, M.A. . Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung. Mizan. 1994 halaman 38
[10] Ibnukatsir (1997:IV:472)
[11] Imam muslim, 1988:II:710:No. 3004,

0 komentar:

Post a Comment