KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Penguasa tiap detik
waktu yang berlalu dimuka bumi ini. Dengan mengucap Alhamdulillah, kami telah
menyelesaikan makalah “Filsafat Islam” dengan sebaik-baiknya. Ucapan terima
kasih kami sampaikan kepada dosen pengajar “Filsafat Islam” yang telah
memberikan masukan ataupun bimbingan pada proses penulisan makalah ini, dan tak
lupa kepada temen-temen yang telah memberikan dukungan dan semangatnya kepada
kami.
Sudah sepantasnya apabila dalam pembuatan makalah
ini terdapat kekurangan atau kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan demi memperbaiki pembuatan makalah yang akan datang, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Surabaya, 16 Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.............................................................................. 1
B.
Rumusan masalah.......................................................................... 3
C.
Tujuan 3
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Menjelaskan biografi
Intelektual AL-KINDI 4
B.
Menjelaskan karya-karya
AL-KINDI........................................... 5
C.
Menjelaskan konteks
sosial AL-KINDI........................................ 6
D. Pemikiran filsafat AL-KINDI....................................................... 9
E.
Kontekstualisasi
dalam kehidupan sosial dan agama.................... 12
BAB III..........:
KESIMPULAN......................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk ciptaan yang paling sempurna jika di
bandingkan dengan ciptaan Tuhan yang
lain, manusia mempunyai akal yang sempurna dan di dampingi dengan naluri
hati yang sangat membantu dalam segala aspek. Akal manusia adalah produk yang
paling istemewa, sampai sekarang para ilmuan baik dalam bidang kedoktoran tidak
ada yang mampu menggaris bawahi sampai mana nalar sebuah otak, seberapa dalam
dan luas tingkatan individu yang tertera dalam otak kecuali hanya mampu
mempredeksi jumlah sel dan keajaiban otak[1].
Otak yang
berada di dalam kerangka kepada yang
hanya di isi oleh lemak dan di hiasi dengan miliyaran sel-sel: dapat
menembus berbagai macam aspek_baik dalam Teknologi, Sains dan yang lain.
Kategori akal yang dalam bahasa MantiqNya (Nathiq) sangat sekali
berpengaruh dalam segala aspek dan realita kehidupan, hidup tanpa berpikir
bagaikan mayat yang tergeletak tanpa
daya dan cita-cita. Kehidupan manusia pasti di sertai dengan adanya sebuah
pemikiran baik di ketahui atau tidak di ketahui, oleh karena itulah sebuah
pemikiran yang benar mampu merubah kehidupan manusia baik dari aspek materi
maupun metafisik.
Berpikir
dengan benar dinamakan: Filsafat. Karl Britton mengatakan bahwa filsafat adalah
lentera kehidupan[2], selain itu, ada sebuah kata-kata
yang membuat hati bergetar, sebuah kata-kata dari Prof. Dr. R.F. beerling; “jika
kita hendak memahami sesuatu tentang dunia maka kita harus mengetahu tentang filsafatnya,
jika kita tahu tentang filsafatnya, maka tahu pula kita tentang dunia, sebab
filsafat hanyalah dapat di dalam pola pikir manusi”,[3]
secara akar, pada mulanya Filsafat berawal dari Yunani, yang mengatakan bahwa
mula-mula filsafat itu muncul di kerakan bahwa adanya ketakjuban[4],
keraguan, berpikir kritis, dari Yunani sendiri.[5] Tetapi dalam kategori
pikiran, maka bukan hanya yunani yang mampu untuk berfilsafat. Di Yunani
hanyalah tempat lahir sebuah nama: Filsafat dan sebuah awal motifasi bahwa: berpikir
pada dasarnya diwajibkan bagi seluruh manusia. Ketika membicarakan sebuah nama
dari Filsafat, maka, ada sumber rujukan yang menjadi sebuah sejarah yang sangat
berdalil untuk di jadikan sebuah konsep keilmuan, baik di Yunani maupun di
negara Muslim sendiri. Perbeda’an zaman bukanlah hal yang sangat berpengaruh
bagi filsafat, seperti tang telah di katakan oleh Hegel; “Tiap-Tiapa
Fislafat adalah zamannya, yang di sampaikan berupa buah pikiran”[6]
Umumnya setiap ilmu mempunyai sasaran utama bagaimana muntahan peluru ilmu
tepat dengan sasarannya, begitu juga filsafat,[7] ada objek-objek tertentu untuk memuntahkan cara pikirnya dalam dua objek, pertama,
Material, kedua, Formal. Saefuddin Ashari mengatakan bahwa objek
material adalah sarwa yang ada pada dasarnya dapat di bagi dalah Tiga
persoa’alan pokok, Pertama, Hakikat Tuhan, Kedua, Hakikat Alam,
Ketiga, Hakikat Manusia.[8] Formal;
adalah mencari keterangan sedalam-dalamnya hingga ke akarnyatentang objek
material filsafat, baik secara keterangan yang mungkin ada dan mungkin tidak
ada.[9]
Sejarah
menjatat bahwa di pihak Muslim sendiri ada seorang yang dilatar belakangi
sebagai orang pertama yang menberi pengertian tentang definisi filsafat
dan memberikan lapangan teori dalam kerangka berpikir: Al-Kindi.[10]
Sebuah
pertanyaan besar, siapa sebenarnya
Al-Kindi? Bagaimana cara berpikir Al-kindi dalam konteks FilsafatNya?
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi intelektual AL-KINDI
2. Apa saja Karya-karya
AL-KINDI
3. Bagaimana konteks Sosial AL-KINDI
4. Bagaimana pemikiran filsafat AL-KINDI
5. Bagaimana kontekstualisasi dalam kehidupan sosial dan
agama
C.
Tujuan
Masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Agar kita
mengetahui tentang biografi intelektual AL-KINDI.
2.
Agar kita
mengetahui beberapa karya dari AL-KINDI.
3.
Agar kita
mengetahui bagaimana konteks sosial AL-KINDI.
4.
Agar kita mengetahui bagaimana
pemikiran filsafat AL-KINDI.
5.
Agar kita
mengetahui kontekstualisasi dalam kehidupan sosial dan agama .
BAB
II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP
Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah
bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi (Al-Kindi)
dilahirkan di Kufah tahun 185H/801M dan meninggal di Baghdad tahun 256H/ 869M.
Ia adalah filsuf besar pertama Arab dan Islam. Nama al-Kindi berasal dari nama
salah satu suku arab yang besar sebelum Islam, yaitu suku Kindah. Ayahnya
bernama Ibnu as-Sabah yaitu gubernur Kufah pada masa al-Mahdi (755-785M) dan
harun al-Rasyid(786-809M). Kakeknya, Asy’ats bin Qais adalah seorang sahabat
Nabi Muhammad SAW. Kalau nasabnya ditelusuri, al-Kindi juga keturunan Ya’rib
bin Qathan yang berasal dari daerah Kindah
(Arab Selatan) dan dikenal sebagai raja di daerah Kindah[11].
Mengenai pendidikannya di waktu kecil dan
guru-gurunya yang telah mengajar ilmu pengetahuan sampai kini tidak diketahui dengan jelas. Tetapi sebagai seorang yang tumbuh dan
dibesarkan di Kufah yang merupakan pusat perkembangan ilmu, khususnya ilmu
kimia, dan dibarengi dengan kecerdasan dan semangatnya dalam menggali ilmu
pengetahuan, maka tidaklah mengherankan bila al-Kindi berhasil menguasai banyak
ilmu pengetahuan. Ada suatu riwayat menyebutkan bahwa ia pernah tinggal di
Basrah dan belajar di Baghdad ketika ia telah dewasa, serta mendapat lindungan
dari Khalifah al-Ma’mun (813–833 M) dan Khalifah Mu’tasim (833–842 M). Sebagai
orang yang beraliran Mu’tazilah, maka ia mulai belajar filsafat di Baghdad, dan
pada masa itu adalah masa penerjemahan buku-buku yunani dan al-Kindi juga turut
aktif dalam gerakan penerjemahan itu.
Al-Kindi hidup
di peristiwa mihnah yang memperdebatkan tentang kemakhlukan al-Quran. Dan ia
mengadopsi pemikiran Mu’tazilah. Dan ia juga banyak berhubungan dengan khalifah
diwaktu itu,khususnya al-Mu’tashim khalifah kedua bani ‘Abbas yang beraliran
Muktazilah yang menjadikan Aqidah resmi bagi pemerintahan.
Al-Kindi adalah
filusuf yang berbangsa arab dan dipandang sebagai filsuf muslim pertama.
Memang, secara etnis al-Kindi lahir dari keluarga berdarah arab yang berasal
dari suku Kindah, salah satu suku besar dari daerah jazirah arab selatan. Di
antara kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat yunani pada kaum
muslimin setelah terlebih dahulu meng-Islamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi telah
menulis hampir seluruh ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi
di antara dari sekian banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal itu
disebabkan karena matematika bagi al-Kindi adalah mukadimah bagi siapa saja
yang ingin mempelajari filsafat. Mukadimah itu begitu penting sehingga tidak
mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih
dahulu menguasai matematika. Matematika disini meliputi tentang bilangan,
harmoni, geometri, dan astronomi. Tetapi yang paling utama dari seluruh cakupan
matematika disini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan
tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Disini kita bisa melihat
samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Filsafat
al-Kindi adalah mencari kebenaran dengan menggunakan filsafat merupakan usaha
paling tinggi dan mulia terutama tentang filsafat metafisika yaitu guna
mengetahui kebenaran. Sebab kebenaran dari segala kebenaran yaitu yang maha
satu / Allah.
Corak dan bentuk
filsafat al-Kindi tidak banyak diketahui karena buku-bukunya tentang filsafat
banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan, para peminat filsafat menemukan
kurang lebih 20 risalah al-Kindi dalam tulisan tangan. Mereka yang berminat
besar menelaah filsafat Islam, baik kaum orientalis barat maupun orang-orang
Arab sendiri, telah menerbitkan risalah-risalah tersebut. Dengan demikian,
orang mudah menemukan kejelasan mengenai posisi dan paham al-Kindi dalam
filsafatnya. Menurut al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan kepada yang benar
(knowledge of truth). Al-Qu’ran
yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin
bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Bertemunya agama dan
filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya.
Dengan demikian,
menurut al-Kindi, orang yang menolak filsafat berarti mengingkari kebenaran.
Dia mengibaratkan orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak jauh berbeda
dengan orang yang memperdagangkan agama, dan orang itu pada hakekatnya tidak
lagi beragama karena ia telah menjual agamanya. Pada beberapa hal, al-Kindi sependapat
dengan filosof terdahulunya seperti Plato dan Arisoteles. Namun, dalam hal-hal
tertentu, al-Kindi mempunyai pandangannya sendiri.
B. KARYA-KARYA
AL-KINDI
Sebagian besar karya al-Kindi (berjumlah
sekitar 270 buah) hilang. Ibn al-Nadim dan yang mengikutinya, al-Qifti,
mengelompokkan tulisan-tulisan al-Kindi, yang kebanyakan berupa risalah-risalah
pendek, menjadi tujuh belas kelompok: (1) filsafat, (2) ilmu hitung, (3)
logika, (4) globular, (5) musik, (6) astronomi, (7) geometri, (8) sperikal, (9)
medis, (10) astrologi, (11) dialektika, (12) psikologi, (13) politik, (14)
meteorology, (15) dimensi, (16) benda-benda pertama, (17) spesies tertentu
logam dan kimia, dan lain-lain.Diantara karya karyanya yaitu:
1. Al-Kitab Qaul fi
al-Nafs,
2. Kalam fi al-Nafs,
3. mâhiyah al-Naum
wa al-Ru’ya (Substansi
Tidur dan Mimpi)
4. Fi al’Aql,
5. al- Hilah li
Daf’I al-Ahzan (Kiat Melawan Kesedihan)
Gambaran ini
menunjukkan betapa luas pengetahuan al-Kindi. Beberapa karya ilmiahnya telah
diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona ke dalam bahasa latin, dan karya-karya
itu sangat mempengaruhi pemikiran Eropapada abad pertengahan. Cardano
menganaggap al-Kindi sebagai salah satu dari dua belas pemikir terbesar.
Sarjana-sarjana
yang mempelajari al-Kindi, sampai risalah-risalah al-Kindi yang berbahasa arab
ditemukan dan disunting, semata berdasarkan terjemahan bahasa latin. De
Medicinarum Compositrum Gradibus-nya telah diterbitkan pada tahun938 H/1531 M.
Pada tahun 1315 M Albino Nagy menyunting terjemahan-terjemahan abad pertengahan
karya-karya: De Intellectu; De Sommo et uisione; De quinque essentiis; Liber
introductorius in artem logicae demontrationis.
Semenjak
ditemukannya beberapa naskah berbahasa arabnya, cakrawala baru filsafat
al-Kindi tersibak. Sebuah ikhtisar yang berisikan 25 risalah, ditemukan di
Istanbul oleh Ritter. Kini risalah-risalah itu telah disunting oleh beberapa
sarjana, walzer, Rosenthal, Abu Ridah, dan Ahmad Fuad El-Elwany. Beberapa
risalah pendeknya yang lain ditemukan di Aleppo, meski hingga kini belum
disunting. Dengan demikian, hingga batas tertentu, memungkinkan analisis
terhadap filsafat al-Kindi,dengan berpijak pada landasan-landasan yang
lebih-kurang kukuh.
C. KONTEKS SOSIAL AL-KINDI
Banyak sekali filosof muslim yang berkarya di bidang pemikiran hingga nama
mereka di cantumkan sebagai Filosof Muslim, di antaranya adalah Al-kindi,
berdasarkan literatur sejarah mengenai nisab Al-kindi, beliau mempunyai nama
lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin isma’il Bin
Muhammad bin Al-Asy’ats bin Qeis Al-Kindi beliau berasal dari kabilah Kindah,
suku bangsa yang sebelum Islam bermukim di arab selatan, dan di kategorikan sebagai kabilah
terpandang dimasyarakat arab pada
zamannya dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz.
Ayah Al-kindi sendiri adalah gubernur Kuffah pada masa periode pemerintahan
Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyd dan neneknya sendiri adalah raja-raja di daerah Kindah dan sekitarnya.[12] Sesepuh
Al-kindi yang di kategorikan paling dini memeluk Islam
adalah Al-Asy’ats bin Qeis seorang yang diutus oleh kabilah Kindah kepada Rasul
Allah saw.
Al-Asy’ats
termasuk salah seorang sahabat nabi yang pertama kali datang ke kota Kufah dan
juga di kenal sebagai salah seorang yang
pernah meriwayatkan Hadist Nabi saw. Bersama-sama dengan Sa’ad bin Abi Waqqash
di samping demikian ia juga termasuk pejuang peranng melawan Persia di Iraq.
Dalam perang Siffin di bawah komando Ali bin Abi Thalib dan ia juga di percaya
sebagai pemegang panji kabilah Kindah (Kabilah dia sendiri) ia Juga
turut berpihak pada Ali bin Abi Thalib ketika melawan pemberontakan kaum
Khawarrij di Nahrawan.
Anak lelaki
Al-Asy’ats yang di beri nama Muhammad pernah di angkat oleh Abu Zubair sebagai
penguasa negri di daerah Maushil (Iraq). Kemudian pada tahun 85 H. Anak
lelakinya yang lain_Abdurrahman bin Al-Asy’ats melancarkan pemberontakan
terhadapp Al-Hajjay bin Yusuf (Penguasa bani Umayyah di kawasan Hijaz dan
Iraq) hingga terbuuh dalam pemberontakan tersebut. Sejak itulah literatur
sejarah mencatat bahwa semua zuriyat (Keturunanan) Al-Asy’ats (Bani Al-Asy’ats)
tidak mempunyai kedudukan lagi di kalangan di nasti Bani Umayyah di karenakan
adanya pemberontakan tersebut.
Meskipun hal demikian telah terjadi, akan tetapi kabilah Al-Kindi tetap di
hormati masyarakat luas pada zaman itu khusunya di Kufah, demikianlah yang
terjadi hingga bergantinya kedaulatan di Nasti dari Bani Umayyah hingga Bani
Abbas, di masa Bani Abbas inilah kabilah Al-kindi mulai mendapatkan kehormatan
kembali di kawasan kerjaan,[13]Al-Kindi
mempelajari mengkaji berbagai ilmu keagamaan baik dari hukum Syara, teologi.
Bahkan ia turut ambil andil dalam menyumbangkan pola pikirnya berupa Filsafat
ke dalam Khazanah islam di kanja keilmuan, di samping demikian ia jua
menerjemahkan buku-buku, baik dari buku yang berbahasa Yunani (Filsafat).
Dengan sebab inilah para sejarahwan mengatakan Al-Kindi sebagai penerjemah[14]Ibnu Abi Usaibi’ah (w. 668 H. Pengarang kitab Tabaqatal Atibba,
mencatat bahwa ada empat penerjemah yang sangat piawai sekkali pada masa itu (Masa
penerjemahan): Al-Kindi, Hunain bin
Ishaq, Tabit bin Qurrah, Umar bin Farkhan at-Tabari, aktifitas Al-Kindi yang
berdasarkan pada literatur sejarah
mengatakan bahwa Al-Kindi di samping penerjemah ia juga sering menjelaskan dan
menyimpulan kembali hal-hal yang di kandung oleh terjemahan tersebut, setelah
itu maka beliau mampu untuk mengarang sendiri sebuah karya yang sangat berbau
dengan kefilsafatan.[15]
Tidaklah heran jika seorang Al-Kindi menguasai banyak sekali ilmu
pengetahuan, di karenakan bahwa Al-kindi hidup di antara dua kota besar pada
saat itu Kufah dan Basrah berkembangnya ilmu pengetahuan,[16]
khususnya pada ilmu Aqliyah dan kimia, Al-Kindi sendiri mempunyai karya tulis
dalam bidang ilmu tersebut, hingga sekarang karyaNya masih di terbitkan (Chemical
aromatic) di terbitkan lagi dalam bahasa Jerman Leipzig, setelah Al-kindi
berpindah ke kawasan Baghdad maka beliyau berkecimpung di dunia pendidikan ilmu
dan filsafat,[17]
dalam suasana yang ppenuh pertentangan agama dan mazhab dan yang di hujani
oleh paham aliran Mu’tazilah serta
doktrin-doktrin Syi’ah[18].
Mengenai hubungan sosial Al-Kindi dengan khalifah Al-makmun dan khalifah
berikutnya, Al-Mu’tasim memberi dorongan penuh kepada Al-Kindi terutama hubungannya
dengan putra Al-Mu’tasim yang bernama Ahmad, Ahmad adalah anak didik khusus
bagi Al-Kindi, historisnya bahwa Al-Kindi sendiri banyak memb erikan hasil
karyanya untuk anak didiknya tersebut. Pada permasalahan ini Ibn Nubatah
mengatakan dalam bukunya yang berjudul Syarhul ’Uyun “kerajaan Al-Mu’tasim di perindah dengan
adanya karya-karya dari Al-Kindi sendiri, nama Al-Kindi sendiri terus semerbak
hingga ke khalifah berikutnya (Al-Mutawakkil)[19]
hingga sekarang.
Pada masa khalifah (Al-Mutawakkil) muncul ada isu-isu ytang tidak
mendukung terhadap Al-Kindi, sebab itulah karya-karya Al-Kindi dalam sebuah
perpustakaan yang di namakanNya dengan Al-Kindiyyah di sita kemudian di jadikan
milik Al-Muatwakkil sendiri. Tak di ragukan lagi secara rasio saja tentu perpustakaan yang di
milii oleh Al-Kindi di penuhi dengan buku-buku berharga dan juga sangat
banyk hasil karya Al-kindi sendiri,
sebab utama perpustakaan Al-Kindi di sita: banyaknya orang yang dengki dan iri hati
terhadap dirinya.[20]
D. PEMIKIRAN.AL-KINDI
1. Keselarasan Agama dengan Filsafat
Al-Kindi sebagai seorang filosof Arab pertama yang
bisa mengintegrasikan filsafat dengan agama, menyatakan bahwa faktor
yang membuat agama dan filsafat tidak saling bertentangan adalah persamaan
dalam tujuannya. Agama dan filsafat menerangkan apa yang benar dan baik. Selain
itu, agama juga, disamping menggunakan wahyu, sama-sama mempergunakan akal
dalam prosesnya seperti halnya filsafat. Oleh karena itu, mempelajari filsafat
dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi adalah bagian dari filsafat,
sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Berikut ini alasan rinci
keselarasan antara agama dengan.akal:
a. Ilmu agama
merupakan bagian dari ilmu filsafat.
b. Wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan kebenaran filsafat
saling bekesesuaian.
c.
Menuntut ilmu dengan memakai logika diperintahkan oleh
agama. Kebenaran yang
pertama adalah Tuhan maka filsafat yang paling
tinggi tingkatannya adalah filsafat tentang ketuhanan.
2. Tentang Wujud Tuhan
Mengenai Ketuhanan, bagi al-Kindi, Tuhan adalah wujud
yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Tuhan dalam filsafat al-Kindi
tidak termasuk dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak
termasuk dalam benda-benda yang ada di alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia
tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam
bentuk mahiyah karena Tuhan bukan merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya
satu dan tidak ada yang serupa dengan Dia. Ia adalah al-Haq al-Awwal dan al-Haq al-Wâhid.
Dalam hal pembuktian adanya Tuhan, al-Kindi mengemukakan dalil-dalil.empiris.sebagai.berikut:
a..Dalil.baharu.alam.(Shifat.al-Hudûts).
....Bagi al-Kindi, keterbatasan waktu dan gerak merupakan petunjuk terhadap bermulanya dunia dalam waktu (hudûts). Realitas dunia ini tidak mungkin dengan sendirinya menjadi tanda adanya tuhan sebab kehadiran suatu realitas pasti ada sebab yang mendahuluinya. Dunia ini pun demikian, halnya, baik dari segi jisim, gerak maupun segi zaman. Ketiga segi ini tidak dapat saling mendahului dalam wujud, semuanya ada secara bersamaan. Alasan inilah yang menjadikan al-Kindi berkesimpulan bahwa dunia ini.baru.dan.ada.penciptanya.(muhdits).
b..Dalil.Keragaman.dan.Kesatuan.
....Sebagai pencipta dunia, sifat Tuhan yang utama adalah Esa (unity). Jika pencipta lebih dari satu, maka masing-masing sekutunya akan membagi karakteristik yang umum dengan yang lain dan antara mereka harus dibedakan dengan beberapa sifat. Akibatnya, pencipta ini haruslah merupakan gabungan. Tetapi sebagai gabungan mesti memerlukan “agen penggabung” karena itu, pencipta dunia haruslah merupakan penyebab yang sebelum ini. Selain itu, wujud seperti itu haruslah tidak bersebab karena sebagai sebab dari segala sesuatu, ia hanya dapat disebabkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, Wujud Pertama harus lebih unggul dari segala sesuatu yang lain dan tidak bersekutu dengan sesuatu yang diciptakan. Jadi, ia harus memiliki keesaan, terlepas dari segala keanekaan,.susunan,.atau.korelasi.dengan.yang.lain.
c..Dalil.Pengendalian.Alam.
....Mengenai kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaan-Nya apabila direnungkan, kita dipenuhi rasa kagum karena begitu rasional dan harmonis penataan alam semesta ini. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pengaturnya di belakang semua keteraturan.ini.Dialah.Sang.Pencipta.Allah.Swt.
....Bagi al-Kindi, keterbatasan waktu dan gerak merupakan petunjuk terhadap bermulanya dunia dalam waktu (hudûts). Realitas dunia ini tidak mungkin dengan sendirinya menjadi tanda adanya tuhan sebab kehadiran suatu realitas pasti ada sebab yang mendahuluinya. Dunia ini pun demikian, halnya, baik dari segi jisim, gerak maupun segi zaman. Ketiga segi ini tidak dapat saling mendahului dalam wujud, semuanya ada secara bersamaan. Alasan inilah yang menjadikan al-Kindi berkesimpulan bahwa dunia ini.baru.dan.ada.penciptanya.(muhdits).
b..Dalil.Keragaman.dan.Kesatuan.
....Sebagai pencipta dunia, sifat Tuhan yang utama adalah Esa (unity). Jika pencipta lebih dari satu, maka masing-masing sekutunya akan membagi karakteristik yang umum dengan yang lain dan antara mereka harus dibedakan dengan beberapa sifat. Akibatnya, pencipta ini haruslah merupakan gabungan. Tetapi sebagai gabungan mesti memerlukan “agen penggabung” karena itu, pencipta dunia haruslah merupakan penyebab yang sebelum ini. Selain itu, wujud seperti itu haruslah tidak bersebab karena sebagai sebab dari segala sesuatu, ia hanya dapat disebabkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, Wujud Pertama harus lebih unggul dari segala sesuatu yang lain dan tidak bersekutu dengan sesuatu yang diciptakan. Jadi, ia harus memiliki keesaan, terlepas dari segala keanekaan,.susunan,.atau.korelasi.dengan.yang.lain.
c..Dalil.Pengendalian.Alam.
....Mengenai kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaan-Nya apabila direnungkan, kita dipenuhi rasa kagum karena begitu rasional dan harmonis penataan alam semesta ini. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pengaturnya di belakang semua keteraturan.ini.Dialah.Sang.Pencipta.Allah.Swt.
3. Tentang Kosmologi
Mengenai hal ini, al-Kindi berpendapat bahwa alam ini
diciptakan dari asalnya tiada menjadi ada. Allah tidak hanya menciptakannya
saja tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya serta menjadikan sebagian yang
lain sebab yang lainnya. Dalam alam ini terdapat gerak menjadikan dan gerak
merusak (al-Kaun wa al-Fasâd). Dalam bukunya, al-Ibânah, al-Kindi menyebutkan
sebab gerak apabila terhimpun empat sebab (‘illat),
yaitu: sebab material (al-Unshuriyyah), sebab bentuk (al-Shuriyyah),
Sebab pembuat (al-Fa‘ilah), baik yang bersifat dekat maupun jauh, dan
sebab tujuan atau manfaat (al-Tammiyyah).
4.
Tentang Jiwa (al-Nafs)

“Maka apabila
telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka
hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".(Q.S
Shaad 72)
Apakah ruh yang
Allah SWT tiupkan ke dalam tubuh makhluknya itu merupakan tiupan ruh yang
meninggalkan Tuhan dan kemudian bersatu dengan manusia intinya pembelahan sifat
Tuhan.Hal ini sungguh tidak akan pernah terjadi sebagaimana firman Allah Swt:

“(Dia)
Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula),
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”(Q.S.Al-Syura-11)
Jika Tuhan
seperti halnya pertanyaan diatas, makan Tuhan ada bedanya dengan
matahari,sedangkan adalah makhluk. Adalah benar jika matahari berkata “aku
telah memberikan sinarku ke bumi”, sinar yang dipancarkan ke bumi merupakan
bagian dari matahari itu sendiri.
Al-kindi
mendefinisikan jiwa sebagai kesempurnaan awal dari fisik yang bersifat alamiah,
mekanistik, dan memiliki kehidupan yang energik/ kesempurnaan fisik alami yang
memiliki alat dan mengalami kehidupan.
5..Tentang.Perbuatan
Dalam hal ini, Al-Kindi berpendapat sebagaimana yang
dipegang oleh Mu‘tazilah,yaitu tawallud. Istilah Tawallud berkaitan dengan
perbuatan hamba, bahwasanya perbuatan itu terbagi dua. Pertama, perbuatan
langsung yang merupakan perbuatan yang secara primer mengakibatkan
suatu tindakan. Kedua, perbuatan tidak langsung yang merupakan unsur sekunder.(al-Af’âl.al-Mutwallidah).
Abu Hudzail
al-‘Allaf mengatakan bahwa perbuatan yang timbul (tawallud) yang diketahui
prosesnya, baik itu di luar maupun di dalam diri kita merupakan perbuatan kita.
Sedangkan perbuatan yang prosesnya tidak diketahui prosesnya seperti panas, dingin,
warna, dan.rasa.merupakan.perbuatan-perbuatan.Allah.
6..Tentang.Tidur.dan.Mimpi
Al-Kindi.mendefinisikan.tidur.sebagai.berikut:“Tidur adalah
membiarkan penggunaan jiwa untuk semua alat indera. Jika kita tidak melihat,
tidak mendengar, tidak meraba, dan sebagainya, tanpa sebab penyakit yang biasa
dan kita dalam keadaan normal, maka kita disebut.sedang.tidur” Tidur sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan
karean tidur mempengaruhi anggota tubuh untuk tidak bergerak, membuat
pencernaan berfungsi penuh untuk mencerna dan memberi kesempatan badan menyerap
makanan yang masuk ke dalamnya.serta.membantunya.menghilangkankelelahan.
Sedangkan mimpi
menurut beliau adalah proses pemanfaatan pikiran oleh jiwa dan proses peniadaan
pemanfaatan pikiran oleh indera. Jika manusia tertidur pulas dan fungsi
inderanya beristirahat, maka semua hal yang masuk ke dalam pikiran pada saat
tidur gambarannya yang bersifat inderawi akan muncul di dalam fantasi
(al-Quwwah al-Mushawwarah) dan gambaran inderawi ini akan tampak lebih nyata
dan lebih kuat dibanding ketika.sadar.Lalu.darinya.muncul.mimpi.dan.angan-angan.
Al-Kindi
berbicara tentang empat masalah mimpi dan menafsirkan sebab-sebab terjadinya..Empat.macam.mimpi.ini.adalah:
a.
Al-Ru’yâ al-Tanbi’iyyah, yaitu mimpi di mana orang
melihat segala sesuatu yang belum terjadi.
b.
Al-Ru’yâ al-Ramziyyah, yaitu mimpi di mana orang
melihat segala sesuatu yang menunujukkan atas sesuatu yang lain atau melambangkan
sesuatu yang lain.
c.
Mimpi.di.mana.orang.melihat.sesuatu.yang.menunjukkan.atas.kebalikannya.
d.
Mimpi.di.mana.orang.melihat.sesuatu.yang.tidak.benar.
E. KONTEKSTUALISASI DALAM
KEHIDUPAN SOSIAL DAN AGAMA
Pada permasalah
awal Al-Kindi mengatakan bahwa antara filsafat dan agama mempunyai sudut yang
sama, pedapat ini oleh Dr. Hadariansyah di katan sebagai pendapat yang paling
peting pada zamannya itu sebab ketika itu para ulama beranggapan
bahwa filsfat itu bertentangan dengan agama, kemudia Al-Kindi menegaskan bahwa
filsfat tidak bertentangan dengan agama.[21]
Inilah sosok Al-Kindi mulai di kenal banyak orang pada zamannya hingga ke
dewasa ini.
Literatur ilmu, Al-kindi membagi
ilmu dengan dua kotak, “Ilmu Ilahi” dan “Ilmu Insani” Ilmu Ilahi
adalah ilmu yang berasal dari tuhan yang bersumberkan dengan Wahyu yang di
dapat para Nabi, dan inilha yang di sebut dengan agama, sedamngkan ilmu Insani; ilmu yang di lahirkan
oleh manusia yang berpondasikan dengan pikiran yang bersumberkkan dengan akal,
inilah yang di sebut dengan Filsafat. Perbedaan agama dengan Filsfat hanya
bertitik belakang yang berbeda, agama di kerankan bersumber
dari wahyu maka, sudah tentu pasti, mutlak dan di ayakini kebenarannya.
Sedangkan Filsfat yang bersumber asala pada manusia, maka, kebenaranya bersifat
spekulatif relatif.[22]
Selain itu,
Al-Kindi juga mengatakan bahwa; agama mengajarkan kebenaran sedangkan
filsafat_mencari kebenaran. Pada sudut yang berbeda
yang inilah sebagai laras utama bagi Al-Kindi untuk mempertahankan argumennya
menganai persama,an Filsafat dengan agama bahwa; agama mengajarkan tentang
kebenaran utama, Al-Kindi menegaskan bahwa kebenaran utama itu adalah Tuhan,
sedangkan filsfat pada dasarnya membahas yang namanya metefisika, dalam ruang
ini Filsafat juga membahs tentang tuhan, dalam tanta kutip “apabila filsfat
berhasil mencapai kebenaran, maka kebenran filsafat itu akan sama hasilnya
dengan kebenaran dalam sudut agama”.[23]
Al-Kindi juga menegaskan bahwa; antara fislafat dengan agama tidak bertentangan
dnegan agama pada dasaranya demikian, karena agama pada dasarnya mempelajari tentang
Tuhan, pada agama, mempelajari tentang Tuhan adalah korsi dewan tertinggi dalam
kacamata islam, dalam sudut lain, filsafat juga mempelajari tentang ketuhanan,
di sini filsafat juga mengeluarkan sebuah teori bahwa falsafah mengenai
ketuhanan ini adalah kursi paling tinggi didalam area kefilsafatan[24]. Oleh karena
itu berlajar filsfat itu sangat di perlukan dalam korsi apapun[25].
BAB III
KESIMPULAN
Beberapa pernyataan di atas mengaenai Al-Kindi ternya; Al-Kindi adalah
sosok figur pertama dari golongan muslim yang merumuskan tentang filsfat pada
zamannya dan AL-Kindi di kenal hingga dewasa sekarang, Al-Kindi mengusai
berbagai macam ilmu, terutama di bidang filsfat, ada yang mengatakan bahwa
filsafat Al-Kindi masih sebahu dengan Arestoteles, tetapi mengenai permasalahan
metafisika maka, berbeda argumen filsafat dengan Arestoteles. Al-Kindi dalam
bidang aksiologi membagi tiga kotak dalam berfilsafatnya, indra, rasio, dan
laduni.
Permasalahan paling utama dalam sub ini adalah integrasi filsfat dengan
agama sebagaimana pendapat AL-Kindi, dengan hasil akhir bahwa filsfat itu sama
dengan agama, agama tidakk akan berkembbang tanpa filsafat, dengan argumennya.
Ajaran yang paling tinggi dalam agama adalah tentang ketuhanan,dan ajjaran
filsafat yang paling tinggi juga masalah ketuhanan, dua ilmu ini mempunyai
sudut yang sama. Sebuah kritikan yang panas terjadi oleh pemekir komtemmporer
salah satunya adalah Hassan Hanafi;
beliyau melihat dengan nyata bahwa menghilangnnya nuansa pemmikiran
“historis” dalam wacana keilmuan islam, sejak masa Al-Kindi sampai dewasa ini.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Atiyeh. George N, 1983,
Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim , Bandung, Pustaka.
-
Juhaya S. Praja,
Pengantar Filsafat Islam, Konsep, Filsuf dan Ajarannya, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2009)., h. 50. Lihat juga; H. Ahmad Syadali dan Muzdakkir, Filsafat
Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),. h. 165-167.
-
Poerwantana, A.
Ahmadi, M. A Rosali, Seluk Beluk Filsafat, (Ttp) ,. h. 128. Lihat juga;
Oemar Amin Hoesin, Filsfat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,),. h. 63-86.
-
Ahmad Fuad
Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 51.
-
Dalam pandangan
Ahmad Fuad Al-Ahwani Al_kindi menerjemahkan beberapa karaya dari filusof Yunani
ke dalam bahasa Arab sendiri, di samping
itu Al-Kindi jua memperbaiki buku-buku terjemahan karena ke piawayannya dalam
Berbahasa, seperti Theologis (Ar-Rububiyah) yang di terjemahkan oleh
Ibnu Na’imah Al-Himshi dalam Filsafat Islam, h. 65.
-
Juhaya S. Praja,
Pengantar Filsafat Islam, Konsep, Filsuf, . . . . . . h. 51
-
Juhaya S. Praja,
Pengantar Filsafat Islam, Konsep, Filsuf, . . . . . . h. 51
-
Ahmad Fuad
Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 52
-
Poerwantana, A.
Ahmadi, M. A Rosali, Seluk Beluk Filsafat, . . . . . . h. 128.
-
Ahmad Fuad
Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 52.
-
Ahmad Fuad
Al-Ahwani, Filsafat Islam, . . . . . . h. 52
-
H.Hadariansyah, Pengantar
Filsfat Islam, Mengenal Filosof-Filosof Muslim dan Filsfat Mereka, (Banjarmasin:
Kafusari Fress, 2012),. h. 18-19.
-
H.Hadariansyah, Pengantar
Filsfat Islam, . . . . . . h. 19.
-
H.Hadariansyah, Pengantar
Filsfat Islam, . . . . . . h. 20.
-
H.Hadariansyah, Pengantar
Filsfat Islam, . . . . . . h. 22.
-
H.Hadariansyah, Pengantar
Filsfat Islam, . . . . . . h. 23.
[1] Untuk
Lebih sempurna lihat: Irfas Firdaus, Misteri Otak Tengah, (Yogyakarta: Insania,
2010),. h.1-80
[2] Untuk lebih jelas lihat: Karl Britton, di terjemahkan dalam bahasa
Indonesia oleh Inyiak Ridwan Muzir, Pholosophy and the Meaaning of
Life,Filsafat Sebagai Lentera Kehidupan, (Jogyakarta: Ar_Ruz Media,2009),. h.
9-30.
[3] Beerling, Filsafat Dewasa Ini, di terjemahkan oleh Hasan Amin,
(Jakarta; Balai Pustaka, 1994),. h. 11.
[4] Beerling, Filsafat Dewasa Ini, . . . . . . h. 12.
[5] Darsono Prawironegoro, Filsfat Ilmu, Kajian tentang poengathuan
yang disusun secara sistematis dan
sistematik dalam membangun ilmu pengetahuan, (Jakarta: Nusantara
Consulting, 2010),. h. 18.
[6] Beerling, Filsafat Dewasa Ini, . . . . . . h. 36.
[7] Ali Maksum, Pengantar Filsafat, Dari masa Klasik Hingga Masa
Postmodernisme, (Jokjakarta: Ar-Ruz Media, 2009),. H. 24.
[8] Lois O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, di
terjemahkan oleh Soerjono, (Yogjyakarta: Tiara Wacana, 1995),. h. 87.
[9] Ali Maksum, Pengantar Filsafat, Dari masa Klasik Hingga, . . . . .
. h. 25. Dan lihat juga, Oemar Amin Hoesin, Fislafat Islam, (Jakarta: Ttp, 1961),.
h. 63.
[10] Ahmad Hanafi, Pengantar
filsafat Islam, (Bandung: PT. Bulan Bintang, 1996)., h. 7.
[11] George n Atiyeh, Al-Kindi Tokoh Filosof
Muslim, (Pustaka, Bandung 1983) hal.5
[12] Poerwantana,
A. Ahmadi, M. A Rosali, Seluk Beluk Filsafat, (Ttp) ,. h. 128. Lihat juga;
Oemar Amin Hoesin, Filsfat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,),. h. 63-86.
[14] Dalam pandangan
Ahmad fuad Al-Ahwani Al-Kindi menerjemahkan beberapa karyanya dari
filosof yunani kedalam bahasa arabsendiri,
di samping itu Al-kindi juga memperbaiki buku-buku terjemahan karena kepiawayannya dalam berbahasa, seperti theologis
(Ar-Rububiyah) yang di terjemahkan oleh Ibnu Na’imah Al-Himsi dalam filsafat
islam,h.65.
[15]
Juhaya S.Praja,Pengantar Filsafat Islam,Konsep,Filusuf,……..h.51.
[16]
Juhaya S.Praja,Pengantar Filsafat Islam,Konsep,Filusuf,……..h.51.
[17]
Ahmad Fuad Al-Ahwani,Filsafat Islam,…..h.52.
[18]
Poerwata,A.Ahmadi,M.A Rosali,Seluk Beluk Filsafat,…..h.52.
[19]
Ahmad Fuad Al-Ahwani,Filsafat Islam,…..h.52.
[21] H.Hadariansyah,
Pengantar Filsfat Islam, Mengenal Filosof-Filosof Muslim dan Filsfat Mereka,
(Banjarmasin: Kafusari Fress, 2012),. h. 18-19.
[24] H.Hadariansyah, Pengantar Filsfat Islam, . . . . . . h. 22.
[25] H.Hadariansyah, Pengantar Filsfat Islam, . . . . . . h. 23.
No comments:
Post a Comment