BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Takhrij Hadist merupakan langkah awal dalam kegiatan
penelitian hadist. Pada masa awal penelitian hadist telah dilakukan oleh para
ulama salaf yang kemudian hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku
hadist. Mengetahui masalah takhrij, kaidah. dan metodenya adalah sesuatu yang
sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu melacak
suatu hadist sampai pada sumbernya.
Takhrij ialah mengeluarkan. Sedangkan takhrijul
hadits ialah mengeluarkan hadits. Yang dimaksud dalam kajian ini, hadits yang dibahas
itu terdapat di kitab apa saja dan siapa saja imam ahli hadits yang
mengeluarkan atau mencatatnya. Semua ini perlu diketahui jalur isnad dan
matannya, agar dapat diketahui perbedaan dan persamaan disamping kekuatan
periwayatannya. Sekaligus untuk didudukan apabila nampak ada yang bertentangan
pada dhahirnya satu dari yang lain.
Ringkasnya berbagai periwayatan yang terkait,
termasuk panjang dan pendeknya perlu diketahui, agar dapat ditentukan kuat dan
tidaknya periwayatan, makin banyak periwayatan dapat dinilai makin kuat selagi
sejalan dan tidak bertentangan. [1]
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Takhrij Hadits?
2. Bagaimana
langkah-langkah dalam mentakhrij hadits?
3. Apa
saja kitab-kitab takhrij hadits?
C. Tujuan
1. Menjelaskan
berbagai pengertian takhrij hadits
2. Menetapkan
langkah yang cepat dan tepat dalam mentakhrij
3. Menyebutkan
kitab-kitab takhrij al-hadits
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Takhrij Hadits
a. Pengertian menurut Bahasa
Kata “takhrij”, dari kata kharraja,
yukharriju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut
Mahmud ath-Thahan, asal kata takhrij adalah:
اجتماع الامرين المتضادين فى شىء واحد
“Berkumpulnya
dua persoalan yang bertentangan dalam satu hal”[2]
Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata takhrij juga memiliki beberapa arti yaitu: pertama,
berarti al-istinbath (mengeluarkan dari sumbernya). Kedua, berarti
at-tadrib (latihan), ketiga berarti at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk
persoalan).[3]
b.
Pengertian secara Terminologis
Menurut satu definisi, arti takhrij
sama dengan al-ikhraj, yaitu mengungkapkan atau mengeluarkan Hadits
kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian
sanad-nya, sebagai yang mengeluarkan hadis tersebut.
Misalnya dikatakan: Hadza
Hadits akhrajahu al-Bukhari atau kharrajahu al-Bukhari (Hadits ini
dikeluarkan oleh al-Bukhori).
Menurut definisi berikutnya,
disebutkan bahwa kata takhrij berarti ikhraj al-Ahadits min buthuni
al-kutub wa riwayatuh (mengeluarkan sejumlah Hadits dari kandungan
kitab-kitabnya dan meriwayatkannya kembali). Pengertian ini di antarannya
dikemukakan oleh as-Sakhawi.[4]
Ia menambahkan bahwa orang yang mengeluarkan Hadits tersebut kemudian
meriwayatkannya atas namanya sendiri atau atas nama guru-gurunya, serta
menyandarkannya kepada penulis kitab yang dikutibnya.
Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti ad-dalalah
a’la mashadir al-hadits al-asliyah wa ‘azzuhu ilaiha (petunjuk yang
menjelaskan kepada sumber-sumber asal Hadits). Di sini dijelaskan siapa yang
menjadi para perawi dan mudawwin yang menyusun Hadits tersebut dalam suatu
kitab.
Berdsarakan definisi diatas, maka mne-takhrij, berarti
melakukan dua hal, yaitu: Pertama, berusaha menemukan para penulis Hadits itu sendiri
dengan rangkaian silsilah sanad-nya, dan menunjukkannya pada karya-karya
mereka, seperti kata-kata akhrajahu Ahmad fi Musnadih.
Penyebutan sumber-sumber Hadits dalam definisi di
atas, bisa dengan menyebutkan sumber utama atau kitab-kitab induknya, seperti
kitab-kitab yang termasuk pada kutub as-sittah atau sumber-sumber yang
telah diolah oleh para pengarang berikutnya yang berusaha menyusun dan
menggabungkan antar kitab-kitab utama tersebut, seperti kitab al-jami’ baina
as-shahihain oleh al-Humaidi; atau sumber-sumber yang berusaha menghimpun
kitab-kitab Hadits dalam masalah-masalah atau pembahasan khusus, seperti
masalah fiqih, tafsir atau tarikh.
Kedua, memberikan penilaian kualitas Hadits Apakah Hadits
itu shohih atau tidak. Peneliaian ini dilakukan andaikata diperlukan. Artinya
bahwa penilaian kualitas suatu Hadits dalam men-takhrij tidak selalu harus dilakukan. Kegiatan ini hanya melengkapi
kegiatan takhrij tersebut. Sebab, dengan diketahui dari mana Hadits itu
diperoleh. Sepintas dapat dilihat sejauh mana kualitasnya.
Adapun yang lain, takhrij berarti upaya untuk mengetahui sumber kitab
utama suatu hadis, menelusuri dan menilai rangkaian silsilah (sanad) para
periwayat (rijal) hadis tersebut, menjelaskan tingkatannya, serta
mempertimbangakan apakah hadis tersebut dapat dijadikan dalil suatu hukum
(hujjah) atau tidak.
Yang dimaksud sumber kitab utama
hadis adalah sebagai berikut:
1.
Kitab-kitab hadis yang disusun oleh para ulama, yang mereka terima
langsung dari guru-gurunya dengan sanad sampai Rasulullah. Seperti Kutub
as-Sittah, Muwattha Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-Hakim, dan lain-lain.
2. Kitab-kitab yang disusun dengan
mengikuti kitab-kitab yang tersebut di atas. Seperti Al-Jam’u Baina
as-Shahiahin karya al-Humaidi.
3. Kitab-kitab yang disusun dalam
fan-fan tertentu - seperti tafsir, fiqh dan tarikh - yang disertai hadis-hadis. Termasuk dalam
golongan kitab adalah Tafsir at-Thabari, Al-Umm karya Imam as-Syafii.
2. Langkah-langkah dalam Mentakhrij Hadits
Pada
garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk men-takhrij Hadits, yaitu
:
a) Men-takhrij melalui Pengenalan Nama Sahabat Pe-rawi
Metode
ini digunakan apabila kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis yang
akan ditakhrij. Apabila tidak diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya tentu
metode takhrij dengan metode ini tidak bisa dilakukan. Untuk menetapkan metode
ini digunakan tiga macam kitab yaitu:
a. Al-Masanid
(kitab-kitab musnad)
Al-Masanid
adalah
jamak dari al-musnad, yaitu semacam kitab yang disusun berdasarkan
nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan nama-nama sahabat dalam
kitab-kitab musnad tidakalah sama, yang disusun secara alfabetis, dan ada yang disusun berdasarkan
kelompok urutan waktu masuk Islam atau keutamaan sahabat, disamping ada pula
yang disusun berdasarkan keutamaan kabilah atau kota. [5]
Hasil
karya yang berupa kitab musnad ini cukup banyak (diperkirakan mencapai lebih
dari seratus buah hasil karya). Ath-Thahan menyebutkan sebanyak sepuluh kitab,
yang diantarannya ialah musnad karya Ahmad bin Hambal, Musnad karya Abu Bakr
Abdullah bin az-Zubair al-Humaidi, dan Musnad karya Abu Dawud Sulaiman bin
Dawud ath-Thayalisi. Dari kitab-kitab yang disebutkannya dua diantaranya
membicarakan Ath-Thahan lebih lanjut, yaitu musnad Ahmad bin Hambal dan Musnad
Abu Bakar al-Humaidi.
Dalam
kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara
tersendiri. Selama kita telah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis,
maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab al-masanid hingga mendapatkan
petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
b. Al-Ma’aajim,
(kitab-kitab al-mu’jam).
al-ma ‘ajim atau
kitab-kitab al-mu’jam menurut istilah ulama ahli Hadits adalah
kitab-kitab Hadits yang disusun berdasarkan
urutan Musnad sahabat, guru (suyukh), atau negri-negri tertentu.
Diantara kitab mu’jam yang terkenal ialah al-mu’jam al-Kabr oleh
Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H), yang memuat sekitar
60.000 buah Hadits selain itu al-Mu’jam al-Ausath yang berisi sekitar
30.000 buah Hadits dengan nama guru-gurunya sebanyak 2000 orang, al-Mu’jam
as-Shagir, yang memuat 1000 buah Hadits dan al-Mu’jam as-Shahabah karya
Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Maushuli (w.307 H).
c.
Kitab-kitab
Al-Athraf.
Kata
al-athraf jama’ dari ath-tharf (sisi atau bagian). Maka kata tharf al hadits,berarti
bagian dari matan yang menununjukkn sisanya. Seperti kata kulllukum ra’in, atau
kata buniya al-islam a’la khamsin. Kalimat yang pertama merupakan bagian atau
potongan dari hadits yang menjelaskan tentang kepemimpinan seseorang, seorang
iman, atau seorang wanita. Kalimat yang kedua, merupakan potongan dari hadis
tentang dasar-dasar islam.
Kebanyakan
kitab-kitab ini disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan
nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari
hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab
al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap. Di samping ada
juga yang menyusunnya berdasarkan urutan alfabetis berdasarkan kata-kata awal
dari matan hadisnya.
Di
antara kitab-kitab Atharf ialah: pertama, Atharf As-sahihahin karya Abu Mas’ud
Ibarahim bin Muhammad Ad-Dimasqi (w. 401 H). kedua, Al-Asyraf ‘ala ma’rifat
Al-Atharf karya Ibnu As-sakir (w. 571 H). ketiga, Dz akhair Mawarits fi
Ath-dhalala ‘ala Mawaddhi’I Al- hadis karya Abd Al- mughni an-nablusi
(1050-1143 H). pada kitab yang terakhir ini menjadikan kutub As-shiita (2 kitab
Al-jami’ Ash-Shahih dan 4 kitab As-sunan) dan Al-muwatha’ sebagai sumbernya.
b)
Takhrij
dengan Mengetahui Permulaan Lafadz pada Matan.
Dengan
mengenal awal matan suatu hadits, maka hadits dapat ditakhrij dengan
menggunakan bantuan beberapa kitab hadits yang dapat menunjuk kepada sumber
utamanya. Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang
hadits-hadits yang terkenal (al-Musytaharah) atau banyak dikenal dalam
pembiacaraan, kitab-kitab hadits yang matannya disusun secara alfabetis, dan
kitab-kitab kunci serta daftar isi kitab-kitab hadits tersebut.[6]
a.
Kitab-kitab yang
berisi tentang hadis-hadis yang dikenal oleh orang banyak.
Yang
dimaksud dengan hadits-hadits yang banyak dikenal orang atau al-musytaharah
dalam pembicaraan orang banyak, ialah hadits-hadits yang banyak beredar
dimasyarakat. Hadits-hadits tersebut ada kalanya Shahih, Hasan atau Dhaif,
bahkan Maudhu’. Untuk itu para ulama’ telah menyusun kitab-kitab penunjuk yang
merujukan hadits-hadits yang beredar kepada sumber asalnya. Dengan demikian,
akan menjadi jelas mana yang harus menjadi pegangan umat dan mana yang harus
ditinggalkan. Kitab-kitab seperti ini banyak disusun oleh para ulama’ antara
abad 10 sampai 13 Hijriyah. Di antara kitab-kitab tersebut ialah : Ad-Durarul-Muntatsirah
fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah
fil-Ahaaditsl-masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani
Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah ‘alal-Alsinah karya As-Sakhawi;
Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru ‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits
karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas ‘amma
Isytahara minal-Ahaadits ‘ala Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni.
b.
Kitab-kitab
hadis yang Matanya disusun berdasarkan urutan huruf kamus.
Kitab
yang demikian berisi hadits-hadits yang diambil dari beberapa kitab dan disusun
secara alfabetis, dengan membuang sanadnya. Akan tetapi ditunjukan juga sumber
utamanya, yang membuat sanad-sanadnya secara lengkap. Pada kitab-kitab ini,
identitas sanad hanya dalam wujud huruf-huruf singkatan. Untuk lebih memudahkan
dalam mempergunakan kitab-kitab ini harus diketahui lebih dahulu awal Matan
dari Hadits-haditsnya. Sebab, penyusunan Hadits dilakukan berdasarkan huruf
pada awal Matanya. Misalnya: Al-Jami’ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir
An-Nadzir karya As-Suyuthi.
c.
Petunjuk-petunjuk
dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu. Sistem
penyusunannya secara alfabetis, yakni potongan hadits dari Shahih al-Bukhari
dan Muslim disusun dan diberi keterangan seperlunya tentang isi kitab/bab,
nomor urut bab, jilid, dan halamanya. Misalnya: Miftah Ash-Shahihain karya
At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari;
Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad
Abdul-baqi; Miftah Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.
c)
Men-Takhrij
melalui Pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar dalam pembicaraan
Untuk
bagian ini, alta yang dipakai ialah Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Fazh Al-hadits
An-nabawi oleh A. J. Wensink, yang diterjemahkan dalam bahasa arab oleh
Muhammad Fuad Abd Al-Baqi. Kitab ini disusun dengan merujuk kepada Sembilan
kitab hadis induk, yaitu dua kitab Al-jami’ As-shahih, 4 kitab as-sunan, Al-Muwatha’
Malik bin Annas, musnad Ahmad bin Hanbal, dan Musnad Ad-darimi.
Sumber-sumber
yang dijadikan rujukan diberi kode: خ(al-bukhari), م(Muslim), ت(at-Turmudzi), د(Abu Daud), ن(an-Nasa’i), جه(ibn Majah) ط,(al-Muwaththa’
Malik), حم(Musnad Ahmad bin Hanbal), دي(Musnad ad-Darimi).
Rumus-rumus diatas di ikuti dengan penjelasan isi
kitab dan nomor bab kitab yang dirujuknya. Untuk kitab Shahih Muslim dan
al-Muwaththa’ Malik, nomor yang ada merujuk kepada nomor urut hadits. Adapun
untuk Musnad Ahmad bin Hanbal, nomor setelah rumus ada dua model, yaitu nomor
kecil atau nomor pertama untuk menunjukkan jilid dan nomor besar atau nomor
kedua untuk menunjukkan halaman dari kitab yang dimaksud.
d)
Takhrij
dengan Cara Mengetahui Tema Pembahasan Hadis
Jika
telah mengetahui tema dan objek pembahasan hadis maka bisa dibantu dalam
takhrijnya dengan karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan
judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang
berisi daftar isi hadis yang disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan
Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini juga mencakup daftar
isi untuk 14 kitab yang trekenal, yaitu:
1.
Shahih Bukhari
2.
Shahih Muslim
3.
Sunan Abu Dawud
4.
Jami’
At-Tirmidzi
5.
Sunan An-Nasa’i
6.
Sunan Ibnu Majah
7.
Muwaththa’ Malik
8.
Musnad Ahmad
9.
Musnad Abu Dawud
Ath-Thayalisi
10.
Sunan Ad-Darimi
11.
Musnad Zaid bin
‘Ali
12.
Sirah Ibnu
Hisyam
13.
Maghazi
Al-Waqidi
14.
Thabaqat Ibnu
Sa’ad
Dalam menyusun kitab
ini, penyusun (Dr. Vensink) menghabiskan waktunya selama 10 tahun, kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan diedarkan oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi
yang menghabiskan waktu untuk itu selama 4 tahun.
e)
Men-Takhrij
melalui Pengamatan terhadap ciri-ciri tertentu pada Matan atau Sanad
Dengan mengenal
ciri-ciri tertentu pada suatu hadis dapat menemukan dari mana hadis itu
terdapat. Ciri-ciri dimaksud seperti cir-ciri mawudhu’, ciri-ciri hadis Qudshi,
ciri-ciri dalam periwayatan dengan sil sila sanad tertentu, serta ciri-ciri
lainnya.
Suatu contoh, jika
diketahui ada matan hadis yang janggal (syadz), maka hadis tersebut dapat
dilihat lebih lanjut pada kumpulan hadis-hadis yang dha’if atau mawudhu’,
seperti kitab Al-mawudhu’ah Al-kubra. Begitu juga jika diketahui pada hadis
tersebut ada ciri-ciri hadis qudsi, dapat dilihat lebih lanjut pada kitab-kitab
seperti pada Misykah Al-anwar fii ma Ruwiya An-illadzi subhanahu wata’ala min
Al-akhbar. Begitu juga halnya dengan ciri-ciri yang ditemukan pada sanad,
seperti suatu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ayah dari anaknya, dapat
dilihat pada kitab riwayah Al-abha An’al-Abna. [7]
3.
Kitab-kitab
Takhrij Hadits
Banyak benar di antara kitab-kitab tafsir dan fiqih
yang membawa hadis dengan tidak menerangkan sanad-sanadnya, dengan tidak
menerangkan tempat-tempat pengambilannya karena itu tidak dapat kita pegang,
sebelum kita melakukan pemerikasaan terlebih dahulu.
Sebagian dari kesulitan yang harus dilalui buat
memeriksa derajat hadis yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir dan fiqih, telah
dihilangkan oleh beberapa orang sarjana kenamaan. Mereka berusaha menerangkan
derajat-derajat hadis yang termaktub dalam berbagai kitab tafsir dan fiqih.
Maka dari itu
perlu diketahui beberapa di antara kitab-kitab takhrij yaitu:
a.
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Al Hidayah, yang
diusahakan oleh Az Zaila’y.
Kitab ini mengungkap secara lengkap
riwayat-riwayat yang penuh faidah, dan mengupas setiap hadis yang ada dalam
kitab al hidayah, disertai riwayat dan hadis-hadis lain yang menguatkannya.
Kitab ini juga mengungkapkan pembahasan mengenai hadis hadis yang dijadikan
dalil oleh para ulama yang berbeda pendapat dengan ulama Hanafiyah. Semua ini
menunjukkan kedalaman dan penguasaan al Zaila dalam bidang ilmu hadis sehingga
para ulama setelahnya menuruti jejaknya.
b.
Kitab yang
menerangkan derajat hadis yang termaktub dalam Al Ihya yang diusahakan oleh Al
Hafidh Al Iraqy. Kitab ini dinamai Al Mughni An Hamlil Asfar.
Kitab ini merupakan takhrij
hadis-hadis sebuah kitab yang teramat penting dan terkenal di kalangan muslimin, yaitu kitab
Ihya’ ulum al Din karya Imam al-Ghazali.
Metode penulisannya dengan
menyebutkan sebagian dari tiap hadis al Ihya
lalu menjelaskan orang yang mengeluarkannya dan sahabat yang
meriwayatkannya, kemudian menjelaskan kualitasnya, baik sahih, hasan, maupun
dha’if. Kitab ini juga dicetak menyatu dengan kitab al-Ihya yang merupakan
ringkasan dari takhrij yang besar dan luas yang disusunnya, dan kini tidak
dapat dijumpai lagi.
c.
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam syarah Al Wajiz, yang
diusahakan oleh Ibnul Mulaqqin dan diringkaskan oleh Ibnu Hajar Al Asqalany
dengan nama Talkhishul Habir.
Kitab ini
merupakan kesimpulan dari kitab-kitab takhrij serupa yang telah disusun
sebelumnya. Dengan demikian kitab ini tampil lengkap dan mencakup
keterangan-keterangan yang berserakan di dalam kitab-kitab sebelumnya.
Teknik
penyusunannya dengan menyebutkan sebagian cuplikan tiap hadis yang terdapat
dalam al-syarh al-Kabir kemudian menyebutkan tempatnya pada sumber-sumbernya
lengkap dengan sanad-sanadnya serta para rawinya, kemudian membicarakan setiap
rawi dengan rinci yang menyangkut jarh dan ta’dil-nya serta kesahihan dan
kedha’ifannya. Oleh karena iktu kitab ini menjadi rujukan hadis-hadis hukum
yang sama sekali tidak dapat diabaikan.
d.
Kitab yang
menerangkan keadaan hadis-hadis yang termaktub dalam kitab Khulasatud Dala-il,
sebuah kitab fiqih Hanafy, yang diusahakan oleh Ahmad Ibnu Usman At Turkumany
bernama At Thuruq wal Wasa-il.
e.
Kitab yang
menerangkan derajat hadis-hadis yang termasuk dalam tafsir Al Kasysyaf, yang
diusahakan oleh Jamaluddin Al Hanafy, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Kasysyaf.
f.
Kitab yang
menerangkan derajat hadis-hadis yang terdapat dalam tafsir Al Baidlawy, yang
diusahakan oleh Abdur Rahman Al Manawi.
g.
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Minhajul Thalibin,
yang diusahakn oleh Ibnul Mulaqqin, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Minhaj.
h.
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang termateri ddalam kitab Ath Thariqah yang
diusahakan oleh ‘Ali ibnul Hasan Ibnu Shadaqah Al Mishry, yang dinamai Idrakul
Haqiqah, selesai dibuat dalam tahun 1050 H.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kata “takhrij”,
dari kata kharraja, yukharriju, yang secara bahasa mempunyai
bermacam-macam arti. Menurut Mahmud ath-Thahan, asal kata takhrij adalah:
اجتماع الامرين المتضادين فى شىء واحد
“Berkumpulnya
dua persoalan yang bertentangan dalam satu hal”
Takhrij berarti upaya
untuk mengetahui sumber kitab utama suatu hadis, menelusuri dan menilai
rangkaian silsilah (sanad) para periwayat (rijal) hadis tersebut, menjelaskan
tingkatannya, serta mempertimbangakan apakah hadis tersebut dapat dijadikan
dalili suatau hukum (hujjah) atau tidak.
2.
Langkah-langkah
dalam Mentakhrij Hadits
Pada garis besarnya ada
lima cara atau jalan untuk men-takhrij Hadits, yaitu :
a.
Men-takhrij
melalui Pengenalan Nama Sahabat Pe-rawi
Metode ini digunakan
apabila kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis yang akan
ditakhrij. Apabila tidak diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya tentu
metode takhrij dengan metode ini tidak bisa dilakukan.
b.
Takhrij
dengan Mengetahui Permulaan Lafadz pada Matan.
Dengan mengenal awal
matan suatu hadits, maka hadits dapat ditakhrij dengan menggunakan bantuan
beberapa kitab hadits yang dapat menunjuk kepada sumber utamanya. Kitab-kitab
dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadits-hadits yang terkenal
(al-Musytaharah) atau banyak dikenal dalam pembiacaraan, kitab-kitab hadits
yang matannya disusun secara alfabetis, dan kitab-kitab kunci serta daftar isi
kitab-kitab hadits tersebut.
c.
Men-Takhrij
melalui Pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar dalam pembicaraan
Kitab ini disusun
dengan merujuk kepada Sembilan kitab hadis induk, yaitu dua kitab Al-jami’
As-shahih, 4 kitab as-sunan, Al-Muwatha’ Malik bin Annas, musnad Ahmad bin
Hanbal, dan Musnad Ad-darimi.
Sumber-sumber yang
dijadikan rujukan diberi kode: خ(al-bukhari), م(Muslim), ت(at-Turmudzi), د(Abu Daud), ن(an-Nasa’i), جه(ibn Majah) ط,(al-Muwaththa’
Malik), حم(Musnad Ahmad bin Hanbal), دي(Musnad ad-Darimi).
Rumus-rumus
diatas di ikuti dengan penjelasan isi kitab dan nomor bab kitab yang
dirujuknya. Untuk kitab Shahih Muslim dan al-Muwaththa’ Malik, nomor yang ada
merujuk kepada nomor urut hadits.
d.
Takhrij
dengan Cara Mengetahui Tema Pembahasan Hadis
Jika telah mengetahui
tema dan objek pembahasan hadis maka bisa dibantu dalam takhrijnya dengan
karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul.
e.
Men-Takhrij
melalui Pengamatan terhadap ciri-ciri tertentu pada Matan atau
Sanad
Dengan mengenal
ciri-ciri tertentu pada suatu hadis dapat menemukan dari mana hadis itu
terdapat. Ciri-ciri dimaksud seperti cir-ciri mawudhu’, ciri-ciri hadis Qudshi,
ciri-ciri dalam periwayatan dengan sil sila sanad tertentu, serta ciri-ciri
lainnya.
3.
Kitab-kitab
Takhrij Hadits
1)
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Al Hidayah, yang
diusahakan oleh Az Zaila’y.
Kitab ini mengungkap secara lengkap
riwayat-riwayat yang penuh faidah, dan mengupas setiap hadis yang ada dalam
kitab al hidayah, disertai riwayat dan hadis-hadis lain yang menguatkannya.
2)
Kitab yang
menerangkan derajat hadis yang termaktub dalam Al Ihya yang diusahakan oleh Al
Hafidh Al Iraqy. Kitab ini dinamai Al Mughni An Hamlil Asfar.
Kitab ini merupakan takhrij
hadis-hadis sebuah kitab yang teramat penting dan terkenal di kalangan muslimin, yaitu kitab
Ihya’ ulum al Din karya Imam al-Ghazali.
3)
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam syarah Al Wajiz, yang
diusahakan oleh Ibnul Mulaqqin dan diringkaskan oleh Ibnu Hajar Al Asqalany
dengan nama Talkhishul Habir.
Kitab ini merupakan kesimpulan dari
kitab-kitab takhrij serupa yang telah disusun sebelumnya. Dengan demikian kitab
ini tampil lengkap dan mencakup keterangan-keterangan yang berserakan di dalam
kitab-kitab sebelumnya.
4)
Kitab yang
menerangkan keadaan hadis-hadis yang termaktub dalam kitab Khulasatud Dala-il,
sebuah kitab fiqih Hanafy, yang diusahakan oleh Ahmad Ibnu Usman At Turkumany
bernama At Thuruq wal Wasa-il.
5)
Kitab yang
menerangkan derajat hadis-hadis yang termasuk dalam tafsir Al Kasysyaf, yang
diusahakan oleh Jamaluddin Al Hanafy, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Kasysyaf.
6)
Kitab yang
menerangkan derajat hadis-hadis yang terdapat dalam tafsir Al Baidlawy, yang
diusahakan oleh Abdur Rahman Al Manawi.
7)
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Minhajul Thalibin,
yang diusahakn oleh Ibnul Mulaqqin, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Minhaj.
8)
Kitab yang
menerangkan derajat-derajat hadis yang termateri ddalam kitab Ath Thariqah yang
diusahakan oleh ‘Ali ibnul Hasan Ibnu Shadaqah Al Mishry, yang dinamai Idrakul
Haqiqah, selesai dibuat dalam tahun 1050 H.
DAFTAR PUSTAKA
Ranwijaya Utang, Ilmu Hadis. GAYA MEDIA PRATAMA. Jakarta 1996
Zarkasih, Pengantar Studi Hadis. Aswaja Pressindo. Hlm 150
Nuruddin, ‘Ulum al-Hadis. PT REMAJA ROSEDAKARYA. Bandung 1994
Tengku, Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis.
PT PUSTAKA RIZKI PUTRA.Semarang 1999
[1]
Ahmad Husnan, Kajian Hadits Metode Takhrij, Pustaka al-Kautsar. Jakarta: 1993
[2]
Mahmud ath-Thahhan, Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid (selanjutnya disebut
Mahmud ath-Thahhan, Ushul), Maktabah ar—Rusyd, Riyadh, 1983. Hlm. 9.
[3]
Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Dar al-Misriyah, Mesir, t.t., hlm.249, dan
al-Fairuz Abadi, al-Qamus al-Muhith, Kairo, 1313 H, hlm. 338.
[4]
As-Sakhawi, op. cit., juz II, hlm. 338.
[5]
Ibn ash-Shalah, op. cit., hlm. 228-229.
[6]
Mahmudf ath-Thahan, Ushul, op. cit., hlm 63.
[7]
Ibid, hlm. 149-150, Muhammad Utsman Khusyt, op. cit., hlm.136-151.
0 komentar:
Post a Comment