+10 344 123 64 77

Thursday, November 20, 2014

TAKHRIJ HADITS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Takhrij Hadist merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist. Pada masa awal penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudian hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui masalah takhrij, kaidah. dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu melacak suatu hadist sampai pada sumbernya.
Takhrij ialah mengeluarkan. Sedangkan takhrijul hadits ialah mengeluarkan hadits. Yang dimaksud dalam kajian ini, hadits yang dibahas itu terdapat di kitab apa saja dan siapa saja imam ahli hadits yang mengeluarkan atau mencatatnya. Semua ini perlu diketahui jalur isnad dan matannya, agar dapat diketahui perbedaan dan persamaan disamping kekuatan periwayatannya. Sekaligus untuk didudukan apabila nampak ada yang bertentangan pada dhahirnya satu dari yang lain.
Ringkasnya berbagai periwayatan yang terkait, termasuk panjang dan pendeknya perlu diketahui, agar dapat ditentukan kuat dan tidaknya periwayatan, makin banyak periwayatan dapat dinilai makin kuat selagi sejalan dan tidak bertentangan. [1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Takhrij Hadits?
2.      Bagaimana langkah-langkah dalam mentakhrij hadits?
3.      Apa saja kitab-kitab takhrij hadits?
C.    Tujuan
1.      Menjelaskan berbagai pengertian takhrij hadits
2.      Menetapkan langkah yang cepat dan tepat dalam mentakhrij
3.      Menyebutkan kitab-kitab takhrij al-hadits

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Takhrij Hadits
a.      Pengertian menurut Bahasa
Kata “takhrij”, dari kata kharraja, yukharriju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut Mahmud ath-Thahan, asal kata takhrij adalah:
اجتماع الامرين المتضادين فى شىء واحد
“Berkumpulnya dua persoalan yang bertentangan dalam satu hal”[2]
Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata takhrij juga memiliki beberapa arti yaitu: pertama, berarti al-istinbath (mengeluarkan dari sumbernya). Kedua, berarti at-tadrib (latihan), ketiga berarti at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan).[3]
b.      Pengertian secara Terminologis
Menurut satu definisi, arti takhrij sama dengan al-ikhraj, yaitu mengungkapkan atau mengeluarkan Hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanad-nya, sebagai yang mengeluarkan hadis tersebut.
Misalnya dikatakan: Hadza Hadits akhrajahu al-Bukhari atau kharrajahu al-Bukhari (Hadits ini dikeluarkan oleh al-Bukhori).
Menurut definisi berikutnya, disebutkan bahwa kata takhrij berarti ikhraj al-Ahadits min buthuni al-kutub wa riwayatuh (mengeluarkan sejumlah Hadits dari kandungan kitab-kitabnya dan meriwayatkannya kembali). Pengertian ini di antarannya dikemukakan oleh as-Sakhawi.[4] Ia menambahkan bahwa orang yang mengeluarkan Hadits tersebut kemudian meriwayatkannya atas namanya sendiri atau atas nama guru-gurunya, serta menyandarkannya kepada penulis kitab yang dikutibnya.
Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti ad-dalalah a’la mashadir al-hadits al-asliyah wa ‘azzuhu ilaiha (petunjuk yang menjelaskan kepada sumber-sumber asal Hadits). Di sini dijelaskan siapa yang menjadi para perawi dan mudawwin yang menyusun Hadits tersebut dalam suatu kitab. 
Berdsarakan definisi diatas, maka mne-takhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu: Pertama, berusaha menemukan para penulis Hadits itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya, dan menunjukkannya pada karya-karya mereka, seperti kata-kata akhrajahu Ahmad fi Musnadih.
Penyebutan sumber-sumber Hadits dalam definisi di atas, bisa dengan menyebutkan sumber utama atau kitab-kitab induknya, seperti kitab-kitab yang termasuk pada kutub as-sittah atau sumber-sumber yang telah diolah oleh para pengarang berikutnya yang berusaha menyusun dan menggabungkan antar kitab-kitab utama tersebut, seperti kitab al-jami’ baina as-shahihain oleh al-Humaidi; atau sumber-sumber yang berusaha menghimpun kitab-kitab Hadits dalam masalah-masalah atau pembahasan khusus, seperti masalah fiqih, tafsir atau tarikh.

Kedua, memberikan penilaian kualitas Hadits Apakah Hadits itu shohih atau tidak. Peneliaian ini dilakukan andaikata diperlukan. Artinya bahwa penilaian kualitas suatu Hadits dalam men-takhrij tidak selalu harus dilakukan. Kegiatan ini hanya melengkapi kegiatan takhrij tersebut. Sebab, dengan diketahui dari mana Hadits itu diperoleh. Sepintas dapat dilihat sejauh mana kualitasnya.
Adapun yang lain, takhrij berarti upaya untuk mengetahui sumber kitab utama suatu hadis, menelusuri dan menilai rangkaian silsilah (sanad) para periwayat (rijal) hadis tersebut, menjelaskan tingkatannya, serta mempertimbangakan apakah hadis tersebut dapat dijadikan dalil suatu hukum (hujjah) atau tidak.
Yang dimaksud sumber kitab utama hadis adalah sebagai berikut:
1.  Kitab-kitab hadis yang disusun oleh para ulama, yang mereka terima langsung dari guru-gurunya dengan sanad sampai Rasulullah. Seperti Kutub as-Sittah, Muwattha Malik, Musnad Ahmad, Mustadrak Al-Hakim, dan lain-lain.
2. Kitab-kitab yang disusun dengan mengikuti kitab-kitab yang tersebut di atas. Seperti Al-Jam’u Baina as-Shahiahin karya al-Humaidi.
3. Kitab-kitab yang disusun dalam fan-fan tertentu - seperti tafsir, fiqh dan tarikh -  yang disertai hadis-hadis. Termasuk dalam golongan kitab adalah Tafsir at-Thabari, Al-Umm karya Imam as-Syafii. 
2.      Langkah-langkah dalam Mentakhrij Hadits
Pada garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk men-takhrij Hadits, yaitu :
a)      Men-takhrij melalui Pengenalan Nama Sahabat Pe-rawi
Metode ini digunakan apabila kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis yang akan ditakhrij. Apabila tidak diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya tentu metode takhrij dengan metode ini tidak bisa dilakukan. Untuk menetapkan metode ini digunakan tiga macam kitab yaitu:

a.      Al-Masanid (kitab-kitab musnad)
Al-Masanid adalah jamak dari al-musnad, yaitu semacam kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan nama-nama sahabat dalam kitab-kitab musnad tidakalah sama, yang disusun secara alfabetis, dan ada yang disusun berdasarkan kelompok urutan waktu masuk Islam atau keutamaan sahabat, disamping ada pula yang disusun berdasarkan keutamaan kabilah atau kota. [5]
Hasil karya yang berupa kitab musnad ini cukup banyak (diperkirakan mencapai lebih dari seratus buah hasil karya). Ath-Thahan menyebutkan sebanyak sepuluh kitab, yang diantarannya ialah musnad karya Ahmad bin Hambal, Musnad karya Abu Bakr Abdullah bin az-Zubair al-Humaidi, dan Musnad karya Abu Dawud Sulaiman bin Dawud ath-Thayalisi. Dari kitab-kitab yang disebutkannya dua diantaranya membicarakan Ath-Thahan lebih lanjut, yaitu musnad Ahmad bin Hambal dan Musnad Abu Bakar al-Humaidi.
Dalam kitab ini disebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat secara tersendiri. Selama kita telah mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis, maka kita mencari hadis tersebut dalam kitab al-masanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
b.      Al-Ma’aajim, (kitab-kitab al-mu’jam).
al-ma ‘ajim atau kitab-kitab al-mu’jam menurut istilah ulama ahli Hadits adalah kitab-kitab Hadits yang disusun berdasarkan  urutan Musnad sahabat, guru (suyukh), atau negri-negri tertentu. Diantara kitab mu’jam yang terkenal ialah al-mu’jam al-Kabr oleh Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H), yang memuat sekitar 60.000 buah Hadits selain itu al-Mu’jam al-Ausath yang berisi sekitar 30.000 buah Hadits dengan nama guru-gurunya sebanyak 2000 orang, al-Mu’jam as-Shagir, yang memuat 1000 buah Hadits dan al-Mu’jam as-Shahabah karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Maushuli (w.307 H).
c.                   Kitab-kitab Al-Athraf.
Kata al-athraf jama’ dari ath-tharf (sisi atau bagian). Maka kata tharf al hadits,berarti bagian dari matan yang menununjukkn sisanya. Seperti kata kulllukum ra’in, atau kata buniya al-islam a’la khamsin. Kalimat yang pertama merupakan bagian atau potongan dari hadits yang menjelaskan tentang kepemimpinan seseorang, seorang iman, atau seorang wanita. Kalimat yang kedua, merupakan potongan dari hadis tentang dasar-dasar islam. 
Kebanyakan kitab-kitab ini disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadis secara lengkap. Di samping ada juga yang menyusunnya berdasarkan urutan alfabetis berdasarkan kata-kata awal dari matan hadisnya.
Di antara kitab-kitab Atharf ialah: pertama, Atharf As-sahihahin karya Abu Mas’ud Ibarahim bin Muhammad Ad-Dimasqi (w. 401 H). kedua, Al-Asyraf ‘ala ma’rifat Al-Atharf karya Ibnu As-sakir (w. 571 H). ketiga, Dz akhair Mawarits fi Ath-dhalala ‘ala Mawaddhi’I Al- hadis karya Abd Al- mughni an-nablusi (1050-1143 H). pada kitab yang terakhir ini menjadikan kutub As-shiita (2 kitab Al-jami’ Ash-Shahih dan 4 kitab As-sunan) dan Al-muwatha’ sebagai sumbernya.
b)                 Takhrij dengan Mengetahui Permulaan Lafadz pada Matan.
Dengan mengenal awal matan suatu hadits, maka hadits dapat ditakhrij dengan menggunakan bantuan beberapa kitab hadits yang dapat menunjuk kepada sumber utamanya. Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadits-hadits yang terkenal (al-Musytaharah) atau banyak dikenal dalam pembiacaraan, kitab-kitab hadits yang matannya disusun secara alfabetis, dan kitab-kitab kunci serta daftar isi kitab-kitab hadits tersebut.[6]
a.                   Kitab-kitab yang berisi tentang hadis-hadis yang dikenal oleh orang banyak.
Yang dimaksud dengan hadits-hadits yang banyak dikenal orang atau al-musytaharah dalam pembicaraan orang banyak, ialah hadits-hadits yang banyak beredar dimasyarakat. Hadits-hadits tersebut ada kalanya Shahih, Hasan atau Dhaif, bahkan Maudhu’. Untuk itu para ulama’ telah menyusun kitab-kitab penunjuk yang merujukan hadits-hadits yang beredar kepada sumber asalnya. Dengan demikian, akan menjadi jelas mana yang harus menjadi pegangan umat dan mana yang harus ditinggalkan. Kitab-kitab seperti ini banyak disusun oleh para ulama’ antara abad 10 sampai 13 Hijriyah. Di antara kitab-kitab tersebut ialah : Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah ‘alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru ‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas ‘amma Isytahara minal-Ahaadits ‘ala Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni.
b.                  Kitab-kitab hadis yang Matanya disusun berdasarkan urutan huruf kamus.
Kitab yang demikian berisi hadits-hadits yang diambil dari beberapa kitab dan disusun secara alfabetis, dengan membuang sanadnya. Akan tetapi ditunjukan juga sumber utamanya, yang membuat sanad-sanadnya secara lengkap. Pada kitab-kitab ini, identitas sanad hanya dalam wujud huruf-huruf singkatan. Untuk lebih memudahkan dalam mempergunakan kitab-kitab ini harus diketahui lebih dahulu awal Matan dari Hadits-haditsnya. Sebab, penyusunan Hadits dilakukan berdasarkan huruf pada awal Matanya. Misalnya: Al-Jami’ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
c.                   Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu. Sistem penyusunannya secara alfabetis, yakni potongan hadits dari Shahih al-Bukhari dan Muslim disusun dan diberi keterangan seperlunya tentang isi kitab/bab, nomor urut bab, jilid, dan halamanya. Misalnya: Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-baqi; Miftah Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.
c)                  Men-Takhrij melalui Pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar dalam pembicaraan
Untuk bagian ini, alta yang dipakai ialah Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Fazh Al-hadits An-nabawi oleh A. J. Wensink, yang diterjemahkan dalam bahasa arab oleh Muhammad Fuad Abd Al-Baqi. Kitab ini disusun dengan merujuk kepada Sembilan kitab hadis induk, yaitu dua kitab Al-jami’ As-shahih, 4 kitab as-sunan, Al-Muwatha’ Malik bin Annas, musnad Ahmad bin Hanbal, dan Musnad Ad-darimi.
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan diberi kode: خ(al-bukhari), م(Muslim), ت(at-Turmudzi), د(Abu Daud), ن(an-Nasa’i), جه(ibn Majah) ط,(al-Muwaththa’ Malik), حم(Musnad Ahmad bin Hanbal), دي(Musnad ad-Darimi).
Rumus-rumus diatas di ikuti dengan penjelasan isi kitab dan nomor bab kitab yang dirujuknya. Untuk kitab Shahih Muslim dan al-Muwaththa’ Malik, nomor yang ada merujuk kepada nomor urut hadits. Adapun untuk Musnad Ahmad bin Hanbal, nomor setelah rumus ada dua model, yaitu nomor kecil atau nomor pertama untuk menunjukkan jilid dan nomor besar atau nomor kedua untuk menunjukkan halaman dari kitab yang dimaksud.
d)                 Takhrij dengan Cara Mengetahui Tema Pembahasan Hadis
Jika telah mengetahui tema dan objek pembahasan hadis maka bisa dibantu dalam takhrijnya dengan karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadis yang disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini juga mencakup daftar isi untuk 14 kitab yang trekenal, yaitu:
1.                   Shahih Bukhari
2.                   Shahih Muslim
3.                   Sunan Abu Dawud
4.                   Jami’ At-Tirmidzi
5.                   Sunan An-Nasa’i
6.                   Sunan Ibnu Majah
7.                   Muwaththa’ Malik
8.                   Musnad Ahmad
9.                   Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi
10.               Sunan Ad-Darimi
11.               Musnad Zaid bin ‘Ali
12.               Sirah Ibnu Hisyam
13.               Maghazi Al-Waqidi
14.               Thabaqat Ibnu Sa’ad
Dalam menyusun kitab ini, penyusun (Dr. Vensink) menghabiskan waktunya selama 10 tahun, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan diedarkan oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi yang menghabiskan waktu untuk itu selama 4 tahun.
e)                   Men-Takhrij melalui Pengamatan terhadap ciri-ciri tertentu pada Matan atau Sanad
Dengan mengenal ciri-ciri tertentu pada suatu hadis dapat menemukan dari mana hadis itu terdapat. Ciri-ciri dimaksud seperti cir-ciri mawudhu’, ciri-ciri hadis Qudshi, ciri-ciri dalam periwayatan dengan sil sila sanad tertentu, serta ciri-ciri lainnya.
Suatu contoh, jika diketahui ada matan hadis yang janggal (syadz), maka hadis tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada kumpulan hadis-hadis yang dha’if atau mawudhu’, seperti kitab Al-mawudhu’ah Al-kubra. Begitu juga jika diketahui pada hadis tersebut ada ciri-ciri hadis qudsi, dapat dilihat lebih lanjut pada kitab-kitab seperti pada Misykah Al-anwar fii ma Ruwiya An-illadzi subhanahu wata’ala min Al-akhbar. Begitu juga halnya dengan ciri-ciri yang ditemukan pada sanad, seperti suatu hadis yang diriwayatkan oleh seorang ayah dari anaknya, dapat dilihat pada kitab riwayah Al-abha An’al-Abna. [7]

3.                   Kitab-kitab Takhrij Hadits
Banyak benar di antara kitab-kitab tafsir dan fiqih yang membawa hadis dengan tidak menerangkan sanad-sanadnya, dengan tidak menerangkan tempat-tempat pengambilannya karena itu tidak dapat kita pegang, sebelum kita melakukan pemerikasaan terlebih dahulu.
Sebagian dari kesulitan yang harus dilalui buat memeriksa derajat hadis yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir dan fiqih, telah dihilangkan oleh beberapa orang sarjana kenamaan. Mereka berusaha menerangkan derajat-derajat hadis yang termaktub dalam berbagai kitab tafsir dan fiqih.
Maka dari itu perlu diketahui beberapa di antara kitab-kitab takhrij yaitu:
a.                   Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Al Hidayah, yang diusahakan oleh Az Zaila’y.
Kitab ini mengungkap secara lengkap riwayat-riwayat yang penuh faidah, dan mengupas setiap hadis yang ada dalam kitab al hidayah, disertai riwayat dan hadis-hadis lain yang menguatkannya. Kitab ini juga mengungkapkan pembahasan mengenai hadis hadis yang dijadikan dalil oleh para ulama yang berbeda pendapat dengan ulama Hanafiyah. Semua ini menunjukkan kedalaman dan penguasaan al Zaila dalam bidang ilmu hadis sehingga para ulama setelahnya menuruti jejaknya.
b.                  Kitab yang menerangkan derajat hadis yang termaktub dalam Al Ihya yang diusahakan oleh Al Hafidh Al Iraqy. Kitab ini dinamai Al Mughni An Hamlil Asfar.
Kitab ini merupakan takhrij hadis-hadis sebuah kitab yang teramat penting dan  terkenal di kalangan muslimin, yaitu kitab Ihya’ ulum al Din karya Imam al-Ghazali.
Metode penulisannya dengan menyebutkan sebagian dari tiap hadis al Ihya  lalu menjelaskan orang yang mengeluarkannya dan sahabat yang meriwayatkannya, kemudian menjelaskan kualitasnya, baik sahih, hasan, maupun dha’if. Kitab ini juga dicetak menyatu dengan kitab al-Ihya yang merupakan ringkasan dari takhrij yang besar dan luas yang disusunnya, dan kini tidak dapat dijumpai lagi.
c.                   Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam syarah Al Wajiz, yang diusahakan oleh Ibnul Mulaqqin dan diringkaskan oleh Ibnu Hajar Al Asqalany dengan nama Talkhishul Habir.
Kitab ini merupakan kesimpulan dari kitab-kitab takhrij serupa yang telah disusun sebelumnya. Dengan demikian kitab ini tampil lengkap dan mencakup keterangan-keterangan yang berserakan di dalam kitab-kitab sebelumnya.
Teknik penyusunannya dengan menyebutkan sebagian cuplikan tiap hadis yang terdapat dalam al-syarh al-Kabir kemudian menyebutkan tempatnya pada sumber-sumbernya lengkap dengan sanad-sanadnya serta para rawinya, kemudian membicarakan setiap rawi dengan rinci yang menyangkut jarh dan ta’dil-nya serta kesahihan dan kedha’ifannya. Oleh karena iktu kitab ini menjadi rujukan hadis-hadis hukum yang sama sekali tidak dapat diabaikan.
d.                  Kitab yang menerangkan keadaan hadis-hadis yang termaktub dalam kitab Khulasatud Dala-il, sebuah kitab fiqih Hanafy, yang diusahakan oleh Ahmad Ibnu Usman At Turkumany bernama At Thuruq wal Wasa-il.
e.                   Kitab yang menerangkan derajat hadis-hadis yang termasuk dalam tafsir Al Kasysyaf, yang diusahakan oleh Jamaluddin Al Hanafy, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Kasysyaf.
f.                   Kitab yang menerangkan derajat hadis-hadis yang terdapat dalam tafsir Al Baidlawy, yang diusahakan oleh Abdur Rahman Al Manawi.
g.                  Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Minhajul Thalibin, yang diusahakn oleh Ibnul Mulaqqin, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Minhaj.
h.                  Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang termateri ddalam kitab Ath Thariqah yang diusahakan oleh ‘Ali ibnul Hasan Ibnu Shadaqah Al Mishry, yang dinamai Idrakul Haqiqah, selesai dibuat dalam tahun 1050 H.





BAB III
PENUTUP

A.                 Kesimpulan
1.                   Kata “takhrij”, dari kata kharraja, yukharriju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-macam arti. Menurut Mahmud ath-Thahan, asal kata takhrij adalah:
                                    اجتماع الامرين المتضادين فى شىء واحد
“Berkumpulnya dua persoalan yang bertentangan dalam satu hal”
Takhrij berarti upaya untuk mengetahui sumber kitab utama suatu hadis, menelusuri dan menilai rangkaian silsilah (sanad) para periwayat (rijal) hadis tersebut, menjelaskan tingkatannya, serta mempertimbangakan apakah hadis tersebut dapat dijadikan dalili suatau hukum (hujjah) atau tidak.
2.                   Langkah-langkah dalam Mentakhrij Hadits
Pada garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk men-takhrij Hadits, yaitu :
a.                   Men-takhrij melalui Pengenalan Nama Sahabat Pe-rawi
Metode ini digunakan apabila kita mengetahui nama sahabat yang meriwayatkan hadis yang akan ditakhrij. Apabila tidak diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya tentu metode takhrij dengan metode ini tidak bisa dilakukan.
b.                  Takhrij dengan Mengetahui Permulaan Lafadz pada Matan.
Dengan mengenal awal matan suatu hadits, maka hadits dapat ditakhrij dengan menggunakan bantuan beberapa kitab hadits yang dapat menunjuk kepada sumber utamanya. Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadits-hadits yang terkenal (al-Musytaharah) atau banyak dikenal dalam pembiacaraan, kitab-kitab hadits yang matannya disusun secara alfabetis, dan kitab-kitab kunci serta daftar isi kitab-kitab hadits tersebut.
c.                   Men-Takhrij melalui Pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar dalam pembicaraan
Kitab ini disusun dengan merujuk kepada Sembilan kitab hadis induk, yaitu dua kitab Al-jami’ As-shahih, 4 kitab as-sunan, Al-Muwatha’ Malik bin Annas, musnad Ahmad bin Hanbal, dan Musnad Ad-darimi.
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan diberi kode: خ(al-bukhari), م(Muslim), ت(at-Turmudzi), د(Abu Daud), ن(an-Nasa’i), جه(ibn Majah) ط,(al-Muwaththa’ Malik), حم(Musnad Ahmad bin Hanbal), دي(Musnad ad-Darimi).
Rumus-rumus diatas di ikuti dengan penjelasan isi kitab dan nomor bab kitab yang dirujuknya. Untuk kitab Shahih Muslim dan al-Muwaththa’ Malik, nomor yang ada merujuk kepada nomor urut hadits.
d.                  Takhrij dengan Cara Mengetahui Tema Pembahasan Hadis
Jika telah mengetahui tema dan objek pembahasan hadis maka bisa dibantu dalam takhrijnya dengan karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul.
e.                   Men-Takhrij melalui Pengamatan terhadap ciri-ciri tertentu pada Matan     atau Sanad
Dengan mengenal ciri-ciri tertentu pada suatu hadis dapat menemukan dari mana hadis itu terdapat. Ciri-ciri dimaksud seperti cir-ciri mawudhu’, ciri-ciri hadis Qudshi, ciri-ciri dalam periwayatan dengan sil sila sanad tertentu, serta ciri-ciri lainnya.

3.                   Kitab-kitab Takhrij Hadits
1)                  Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Al Hidayah, yang diusahakan oleh Az Zaila’y.
Kitab ini mengungkap secara lengkap riwayat-riwayat yang penuh faidah, dan mengupas setiap hadis yang ada dalam kitab al hidayah, disertai riwayat dan hadis-hadis lain yang menguatkannya.
2)                  Kitab yang menerangkan derajat hadis yang termaktub dalam Al Ihya yang diusahakan oleh Al Hafidh Al Iraqy. Kitab ini dinamai Al Mughni An Hamlil Asfar.
Kitab ini merupakan takhrij hadis-hadis sebuah kitab yang teramat penting dan  terkenal di kalangan muslimin, yaitu kitab Ihya’ ulum al Din karya Imam al-Ghazali.
3)                  Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam syarah Al Wajiz, yang diusahakan oleh Ibnul Mulaqqin dan diringkaskan oleh Ibnu Hajar Al Asqalany dengan nama Talkhishul Habir.
Kitab ini merupakan kesimpulan dari kitab-kitab takhrij serupa yang telah disusun sebelumnya. Dengan demikian kitab ini tampil lengkap dan mencakup keterangan-keterangan yang berserakan di dalam kitab-kitab sebelumnya.
4)                  Kitab yang menerangkan keadaan hadis-hadis yang termaktub dalam kitab Khulasatud Dala-il, sebuah kitab fiqih Hanafy, yang diusahakan oleh Ahmad Ibnu Usman At Turkumany bernama At Thuruq wal Wasa-il.
5)                  Kitab yang menerangkan derajat hadis-hadis yang termasuk dalam tafsir Al Kasysyaf, yang diusahakan oleh Jamaluddin Al Hanafy, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Kasysyaf.
6)                  Kitab yang menerangkan derajat hadis-hadis yang terdapat dalam tafsir Al Baidlawy, yang diusahakan oleh Abdur Rahman Al Manawi.
7)                  Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang terdapat dalam kitab Minhajul Thalibin, yang diusahakn oleh Ibnul Mulaqqin, yang dinamai Takhrij Ahaditsil Minhaj.
8)                  Kitab yang menerangkan derajat-derajat hadis yang termateri ddalam kitab Ath Thariqah yang diusahakan oleh ‘Ali ibnul Hasan Ibnu Shadaqah Al Mishry, yang dinamai Idrakul Haqiqah, selesai dibuat dalam tahun 1050 H.














DAFTAR PUSTAKA

Ranwijaya Utang, Ilmu Hadis. GAYA MEDIA PRATAMA. Jakarta 1996
Zarkasih, Pengantar Studi Hadis. Aswaja Pressindo. Hlm 150
Nuruddin, ‘Ulum al-Hadis. PT REMAJA ROSEDAKARYA. Bandung 1994
Tengku, Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis.
              PT PUSTAKA RIZKI PUTRA.Semarang 1999  




[1] Ahmad Husnan, Kajian Hadits Metode Takhrij, Pustaka al-Kautsar. Jakarta: 1993
[2] Mahmud ath-Thahhan, Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid (selanjutnya disebut Mahmud ath-Thahhan, Ushul), Maktabah ar—Rusyd, Riyadh, 1983. Hlm. 9.
[3] Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Dar al-Misriyah, Mesir, t.t., hlm.249, dan al-Fairuz Abadi, al-Qamus al-Muhith, Kairo, 1313 H, hlm. 338.
[4] As-Sakhawi, op. cit., juz II, hlm. 338.
[5] Ibn ash-Shalah, op. cit., hlm. 228-229.
[6] Mahmudf ath-Thahan, Ushul, op. cit., hlm 63.
[7] Ibid, hlm. 149-150, Muhammad Utsman Khusyt, op. cit., hlm.136-151.

0 komentar:

Post a Comment