+10 344 123 64 77

Thursday, November 20, 2014

PENGERTIAN HADITS,SUNAH,KHABAR, DAN ATSAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
                        Sebagai sumber ajaran islam kedua setelah Al-Quran, hadis memiliki posisi strategis dalam kajian keislaman. Berbeda dengan Al-Quran yang seluruh ayat-ayatnya bersifat mutawatir. Hadis nabawi kebanyakan bersifat ahad. Ia harus melewati serangkaian seleksi, pengujian otensitas wurud-nya dari Nabi SAW untuk diketahui kualitasnya sehingga dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam agama. Ada dua pendapat tentang hadis antara lain ahli hadis dan ahli ushul, menurut ahli hadis adalah seluruh perkataan perbuatan dan ihwal  tentang Nabi Muhammad SAW. Sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Sedangkan ahli ushul menyatakan bahwa segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW yang tidak ada kaitannya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya, seperti keseharian Nabi tidak termasuk hadis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Hadis?
2.      Apa yang dimaksud dengan Sunah?
3.      Apa yang dimaksud dengan Khabar?
4.      Apa yang dimaksud dengan Atsar?

C.    Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian Hadis, Sunah, Khabar, Atsar.


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian hadis
Hadis menurut bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat dan waktu yang singkat, seperti perkataan: سلام١لافىالعهدحديثهوArtinya Dia baru masuk/memeluk islam. Lawan kata الحديث adalahالقديمartinya sesuatu yang lama.[1]
Hadis juga berartiالخبر“berita” , yaitu sesuatu yang diberitahukan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu hadis juga disebut القريب“dekat”, tidak lama lagi terjadi, sedangkan lawannya adalahالبعيد“jauh”.[2]
Hadis dengan pengertian khabar tersebut diatas dapat dilihat pada:
-          Surat Ath-Thur ayat 34:
صَادِقِينَ كَانُواإِنْ مِثْلِهِ  بِحَدِيثٍ فَلْيَأْتُوا 
Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al-Qura’an itu. Jika mereka orang-orang yang benar.”
-          Surat Ad-Duha ayat 11:
 فَحَدِّثْ رَبِّكَ بِنِعْمَةِ وَأَمَّا

Artinya: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). ”

Sedangkan hadis menurut istilah yaitu sebagai berikut
Ahli hadis dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadis. Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah:
اقوال النبي صلى ١لله  عليه و سلم وأفعاله وحواله وقال : كل ماأثرعن النبي صلى الله عليه و سلم من قول اوفعل او اقرار .
Artinya:
“Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW. Sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.”[3]
Menurut rumusan lain, hadis adalah:
ماأضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم قولاأوفعلاأوتقريراأوصفة
Artinya:
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau.”
            Dengan pengertian diatas, jelaslah bahwa segala sesuatu yang bersumber dari nabi SAW. Yang tidak ada kaitannya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya, seperti tata cara berpakaian, tidur, dan makan, tidak termasuk hadis.

2.      Sunnah
                        Menurut bahasa sunnah berarti jalan, aturan, cara berbuat. Al-Jurjani mengartikan sunnah secara bahasa sebagai :الطريقةمرضيةكانت أوغيرمرضيةوالعادة(jalan yang diridhai atau yang tidak diridhai, dan berarti pula kebiasaan).[4] Pengertian sunnah secara bahasa ini sejalan dengan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Jarir bin Abdullah sebagai berikut:
من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها و أجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء. و من سن سنة سيئة فعليه وزرها و وزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء.[5]
Artinya: Barangsiapa membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Barang siapa membuat sunnah yang buruk  maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.
Sedangkan sunnah menurut istilah muhadditsun(ahli-ahli hadis) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW., diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya. Menurut Fazlur Rahman, sunnah adalah praktek aktual yang karena telah lama ditegakkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya memperoleh statusnormatif dan menjadi sunnah. Sunnah adalah sebuah konsep perilaku, maka sesuatu yang secara aktual dipraktekkan masyarakat untuk waktu yang cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktek yang aktual tetapi juga praktek yang normatif dari masyarakat tersebut.
Dibawah ini merupakan ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan arti Sunah menurut bahasa, diantaranya sebagai berikut:
-          Surat Al-Hijr ayat 13:
الْأَوَّلِينَ سُنَّةُ خَلَتْ وَقَدْ ۖبِهِ يُؤْمِنُونَ لَا
Artinya:
“ Merekatidak beriman kepadanya (Al-Quran) dan sesungguhnya telah berlalu sunatullah terhadap orang-orang dahulu.”
-          Surat Al-Ahzab ayat 38:
مَقْدُورًا قَدَرًا اللَّهِ أَمْرُ وَكَانَ ۚ قَبْلُ مِنْ خَلَوْا الَّذِينَ فِي اللَّهِ سُنَّةَ
Artinya:
Sebagai sunah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dn kamu sekali-kali tidak akan mendapat perubahan pad sunah Allah.”
-          Surat Al-Fath ayat 23:
تَبْدِيلًا اللَّهِ لِسُنَّةِ تَجِدَ وَلَنْ ۖ قَبْلُ مِنْ خَلَتْ قَدْ الَّتِي اللَّهِ سُنَّةَ
Artinya:
Sebagai suatu sunatullah yang berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu.”
                  Bila kata sunah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’ , maka yang dimaksudkn adalah segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh rasulullah SAW., baik berupa perkataan atau perbuatannya. Dengan demikian, apabila dalam dalil hukum syara’ disebutkan Al-Kitab dan As-Sunah, maka yang dimaksudkan adalah Al-Quran dan Al-hadis.
                  Ulama ahli fiqih mendefinisikan sunah seperti pribadi dan perilaku Rasulullah. Pada perbuatan-perbuatan yang melandasi hukum syara agar diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, haram, makruh, mubah maupun sunah. Oleh karena itu apabila ada yang berkata perkara ini sunah maksudnya mereka memandang bahwa pekerjaan itu mempunyai nilai syariat yang dibebankan oleh Allah SWT. Kepada setiap orang yang balig dan berakal dengan tuntutan yang tidak mesti.
                  Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa sunah berlawanan dengan bid’ah, karena pada masa Rasulullah SAW, sunah diartikan dengan cara dan perilaku yang diikuti, yang menyangkut maslah agama. Sedangkan Bid’ah menurut bahasa adalah perkara yang baru. Imam Syatibi berkata, “Pokok pengertian Bid’ah adalah menciptakan sesuatu yang baru, tanpa contoh terlebih dahulu.”[6]

3.      Khabar
                        Selain istilah hadis dan sunnah, terdapat istilah khabar dan atsar. Kata الخبر (al-Khabar) adalah salah satu kosa kata bahasa Arab. Jamaknya adalah الأخبار (al-akhbar). Secara bahasa kata al-khabar berarti النبأ (al-naba'; berita yang besar).[7]Khabar menurut bahasa adalah “warta berita yang disampaikan seseorang kepada orang lain”. Jama’nya : akhbar, muradifnya : naba’ yang jama’nya anba, orang yang banyak khabar dinamai “khabir”.[8]Khabar menurut istilah ahli hadis adalah “warta baik dari Nabi Muhammad SAW maupun dari sahabat ataupun tabiin” menurut ini hadits dapat dinamai hadits marfu’, hadits mauquf dan hadits maqthu.Dalam hal ini orang yang meriwayatkan hadits dinamai “Muhadisin” dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbari atau khabari.[9]
                        Khabar menurut bahasa berarti berita yang disampaikan seseorang kepada seseorang. Untuk itu dilihat dari sudut pendekatan ini(sudut pendekatan bahasa), kata khabar sama artinya dengan hadis.[10] Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqtu’. Dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW., sahabat, dan tabi’in.
                        Sebagian ulama mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Muhammad SAW. Karena yang datang dari Nabi SAW disebut hadis. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa hadis lebih umum daripada khabar, sehingga tiap hadis dapat dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dapat dikatakan hadis.
Ada pula yang mengatakan, khabar dan hadits, diithlakan kepada yang sampai pada Nabi SAW saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamakan atsar.
Sementara ahli lain berpendapat, bahwa al-khabar adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Saw. Pendapat ini, antara lain, dikemukakan oleh ahli fiqh Khurasan. Pendapatnya, al-khabar adalah:
ما يروى عن الرسول صلى الله عليه و سلم.
Artinya: Sesuatu yang diriwayatkan dari Rasul Saw.

4.      Atsar
     Kata al-Atsar (الأثر) adalah salah satu kata bahasa Arab. Jamaknya adalah آثار (atsar). Secara bahasa kata الأثر berarti: بقيةالشيء (bekas sesuatu). [11]Atsar menurut bahasa berarti bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Suatu doa umpamanya yang dinukilkan         dari Nabi dinamai doa ma’tsur.
                        Para ahli berbeda pendapat dalam memberikan batasan makna al-atsar. Menurut al-Nawawiy, al-atsar adalah:
المروي مطلقا سواء كان عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أو عن الصحابي.
Artinya: Sesuatu yang diriwayatkan secara muthlaq baik yang berasal dari Rasulullah Saw atau dari shahabiy.

BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa Hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar memiliki pengertian yang sama yaitu segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya. Dan letak perbedaannya disini terdapat pada penyebab-penyebab perbedaan pendapat antara ulama’ ahli hadis, ahli ushul, dan ahli fiqih dalam dalam memberi definisi tersebut karena perbedaan mereka dalam memberi tekanan mengenai tujuan yang dikehendaki oleh masing-masing kelompok ahli ilmu.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. Muzakir, 2000, ULUMUL HADIS, Bandung; Pustaka setia
Zakarsih, 2011, Pengantar Studi Hadis, Yogyakarta; Aswaja Pressindo
Mudasir, 2010, Ilmu Hadis, Bandung; Pustaka setia


[1] Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung : CV Pustaka Setia 2010), 11.
[2] Ajaj Al-Khatib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, Darul Fikr, Beirut, 1971, Hlm. 20.
[3]Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung : CV Pustaka Setia 2010), 14.
[4] ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat (Beirut: Dar Al-Kutub al-‘Araby, 1405H), hlm. 161.
[5] Hadis shahih diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, Tarmizi, Nasa’i dll., lihat Shahih Muslim, jilid 8 (Beirut: Dar al-Jil, t,th.), hlm.61.
[6] Asy-Syatibi, Al-I’tisham, Jilid I, At-Tijariyah, Hlm. 29.
[7]Ibn Manzhur,op. cit., II/109.
[8]Drs. H. Muhammad Ahmad – Drs M. Muzakir, ULUMUL HADIS, hlm 15-16.
[9]H.  Achmad Utsman, HADITS TARBIYAH, hlm 10.
[10] Zarkasih, Pengantar Studi Hadis (Yogyakarta: Aswaja Pressindo), 5.
[11]Ibn Manzhur, op. cit.

0 komentar:

Post a Comment