BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sholat sunnah,
sholat wajib, zakat, shodaqoh, puasa dan haji adalah bagian rukun Islam yang
diperintahkan kepada semua umat muslim. Dalam menjalankan semua ibadah
tersebut, tidaklah bermakna apabila tidak kita ketahui hadits-hadits yang
menguatkan atas perintah tersebut.
Tidak hanya
cukup mengetahui hadits-hadits yang memperkuat setiap ibadah yang diperintahkan
kepada kita, tapi pemahaman yang mendalam juga diperlukan. Sebagai umat muslim
dalam mengetahui apa saja ibadah yang diperintah oleh Allah SWT tidak lain dari
Al-Quran dan Hadits. Hadits ini adalah bersumber dari Nabi Muhammad saw., maka
tidak perlu diragukan lagi kebenaran atas perintah ibadah-ibadah tersebut.
Nabi Muhammad
saw. dalam menurunkan hadits tidak mungkin tanpa sepengetahuan Allah SWT dan
tanpa adanya pengetahuan apapun. Sehingga wajiblah bagi umat muslim untuk
memahami hadits-hadits yang menerangkan tentang setiap ibadah yang
diperintahkan kepada umat muslim.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hadits-hadits yang menguatkan tentang sholat sunnah dan sholat wajib?
2.
Bagaimana
hadits-hadits yang memerintahkan kepada umat muslim tentang zakat dan shodaqoh?
3.
Bagaimana
hadits-hadits yang menerangkan tentang puasa dan haji?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui hadits-hadits yang menguatkan tentang sholat sunnah dan sholat
wajib.
2.
Supaya tau
hadits-hadits yang memerintahkan tentang zakat dan shodaqoh.
3.
Agar memahami
hadits-hadits yang menerangkan tentang puasa dan haji.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadits-hadits
tentang Sholat Sunnah dan Sholat Wajib
1.
Hadits tentang
Sholat Wajib
Kewajiban
atau perintah untuk mendirikan shalat sebagaimana dalam firman Allah SWT
dan dalam beberapa hadits berikut ini :
Firman
Allah SWT :
وَ اَقِمِ الصّلوةَ لِذِكْرِيْ
Artinya: Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (QS. Thaahaa : 14)
فَاَقِيْمُوا الصَّلوةَ، اِنَّ
الصَّلوةَ كَانَتْ عَلَى اْلمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوْتًا
Artinya: Maka dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang
telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisaa' : 103)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ
اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ اِقَامِ
الصَّلاَةِ، وَ اِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ حَجّ اْلبَيْتِ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ.
احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 333
Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata
: Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa
tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammat itu adalah utusan
Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, hajji ke Baitullah dan puasa Ramadlan. (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص: بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ. الجماعة الا
البخارى و النسائى، فى نيل الاوطار 1: 340
Artinya: Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda, “(Yang membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
340)
عَنْ بُرَيْدَةَ رض قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اَلْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمُ
الصَّلاَةُ. فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1: 343
Artinya: Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka adalah
shalat, maka barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh ia telah kufur”. (HR. Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 343)
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ
اَنَّ اَعْرَابِيًّا جَاءَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ثَائِرَ الرَّأْسِ، فَقَالَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ !
قَالَ: الصَّلَوَاتُ اْلخَمْسُ، اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ:
اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصّيَامِ ! قَالَ: شَهْرُ رَمَضَانَ اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الزَّكَاةِ ! قَالَ: فَاَخْبَرَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص بِشَرَائِعِ اْلاِسْلاَمِ
كُلّهَا. فَقَالَ: وَ الَّذِى
اَكْرَمَكَ، لاَ اَطَّوَّعُ شَيْئًا وَ لاَ اَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ
شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. اَفْلَحَ اِنْ صَدَقَ اَوْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ
اِنْ صَدَقَ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 335
Artinya: Dari Thalhah
bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah SAW dalam
keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shalat ?”. Beliau
bersabda, “Shalat-shalat yang lima,
kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku,
apa yang Allah wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan, kecuali kamu
mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang
Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata : Lalu Rasulullah SAW
memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam seluruhnya. Lalu orang
Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah memuliakan engkau, saya tidak
akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa-apa yang
telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Pasti
ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan masuk surga jika benar
(ucapannya)”. (HR.
Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 335)[1]
عَنْ اَنَسِ بْنَ مَالِكٍ رض قَالَ: فُرِضَتْ عَلَى النَّبِيّ ص الصَّلَوَاتُ لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِهِ
خَمْسِيْنَ، ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا. ثُمَّ نُوْدِيَ: يَا
مُحَمَّدُ اِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ اْلقَوْلُ لَدَيَّ وَ اِنَّ لَكَ بِهذِهِ
اْلخَمْسِ خَمْسِيْنَ. احمد و النسائى و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 1: 334
Artinya: Dari Anas bin Malik RA, ia berkata :
Diwajibkan shalat itu pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian
dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad,
sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya
lima kali itu sama dengan lima puluh kali”. (HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam
Nailul Authar juz 1, hal. 334)
عَنِ الشَّعْبِيّ اَنَّ عَائِشَةَ
قَالَتْ: قَدْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ. فَلَمَّا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمَدِيْنَةَ زَادَ مَعَ كُلّ
رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، اِلاَّ اْلمَغْرِبَ فَاِنَّها وِتْرُ النَّهَارِ وَ
صَلاَةُ اْلفَجْرِ لِطُوْلِ قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ: وَ كَانَ اِذَا سَافَرَ صَلَّى
الصَّلاَةَ اْلاُوْلَى. احمد
Artinya: Dari
‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh telah difardlukan shalat
itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka tatkala Rasulullah SAW tiba di
Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua rekaat itu dengan dua rekaat
(lagi), kecuali shalat Maghrib, karena sesungguhnya
shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh),
karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah
Rasulullah SAW apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada
awalnya (dua rekaat)”. (HR. Ahmad
6 : 241)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
اْلعَاصِ عَنِ النَّبِيّ ص اَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلاَةَ يَوْمًا فَقَالَ: مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَ بُرْهَانًا وَ نَجَاةً
يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. وَ مَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا
وَ لاَ بُرْهَانًا وَ لاَ نَجَاةً. وَ كَانَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ
وَ فِرْعَوْنَ وَ هَامَانَ وَ اُبَيّ بْنِ خَلَفٍ. احمد، فى نيل الاوطار 1: 343
Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash,
dari Nabi SAW bahwa beliau pada suatu hari menerangkan tentang shalat, lalu
beliau bersabda, “Barangsiapa memeliharanya, maka shalat itu baginya sebagai
cahaya, bukti dan penyelamat pada hari qiyamat. Dan barangsiapa tidak
memeliharanya, maka shalat itu baginya tidak merupakan cahaya, tidak sebagai
bukti, dan tidak (pula) sebagai penyelamat. Dan adalah dia pada hari qiyamat
bersama-sama Qarun, Fir’aun, Haaman, dan Ubay bin Khalaf”. (HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 343)
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِنَّ اَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ اْلعَبْدُ
يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ اْلمَكْتُوْبَةُ فَاِنْ اَتَمَّهَا وَ اِلاَّ
قِيْلَ. اُنْظُرُوْا، هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَاِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ
اُكْمِلَتِ اْلفَرِيْضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ
اْلاَعْمَالِ اْلمَفْرُوْضَةِ مِثْلُ ذلِكَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1: 345
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata : Saya
mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya pertama-tama perbuatan manusia yang dihisab pada hari qiyamat, adalah shalat
wajib. Maka apabila ia telah menyempurnakannya (maka selesailah
persoalannya). Tetapi apabila tidak sempurna shalatnya, dikatakan (kepada
malaikat), “Lihatlah dulu, apakah ia pernah mengerjakan shalat sunnah ! Jika ia
mengerjakan shalat sunnah, maka kekurangan dalam shalat wajib disempurnakan
dengan shalat sunnahnya”. Kemudian semua amal-amal yang wajib diperlakukan
seperti itu”. (HR.
Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 345)
عَنِ بْنِ مُحَيْرِيْزٍ اَنَّ رَجُلاً
مِنْ بَنِى كِنَانَةَ يُدْعَى اْلمُخْدَجِيَّ سَمِعَ رَجُلاً بِالشَّامِ يُدْعَى
اَبَا مُحَمَّدٍ يَقُوْلُ: اِنَّ اْلوِتْرَ وَاجِبٌ. قَالَ اْلمُخْدَجِيُّ:
فَرُحْتُ اِلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، فَاَخْبَرْتُهُ فَقَالَ عُبَادَةُ:
كَذَبَ اَبُوْ مُحَمَّدٍ. سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: خَمْسُ صَلَوَاتٍ
كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى اْلعِبَادِ. مَنْ اَتَى بِهِنَّ لَمْ يُضَيّعْ مِنْهُنَّ
شَيْئًا اِسْتِخْفَافًا بِحَقّهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدًا اَنْ
يُدْخِلَهُ اْلجَنَّةَ. وَ مَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ
عَهْدٌ. اِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَ اِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ. احمد و ابو داود و
النسائى، فى نيل الاوطار 1: 344
Artinya: Dari Ibnu
Muhairiz, bahwa seorang laki-laki dari Bani Kinanah yang bernama Al-Mukhdajiy
pernah mendengar seorang laki-laki di Syam yang bernama Abu Muhammad, ia
berkata : Sesungguhnya shalat witir itu wajib. Mukhdajiy berkata : Lalu aku pergi
kepada ‘Ubadah bin Shamit untuk memberitahukan kepadanya. Maka ‘Ubadah berkata,
“Abu Muhammad dusta, sebab aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Shalat yang diwajibkan Allah atas hamba-hamba-Nya itu adalah lima. Barangsiapa
mengerjakannya tanpa menyia-nyiakan sedikitpun daripadanya karena hendak
memperingan kewajibannya, maka dia dapat jaminan dari Allah, (yaitu) bahwa
Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Dan barangsiapa tidak melakukannya,
maka tidak mendapat jaminan dari Allah, (yiatu) bila Allah menghendaki, maka
Dia akan menyiksanya, dan bila Dia menghendaki, maka Dia akan mengampuninya”. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 344)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص
قَالَ: اُمِرْتُ اَنْ اُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا اَنْ لاَ اِلهَ
اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ يُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَ
يُؤْتُوا الزَّكَاةَ. فَاِذَا فَعَلُوْا ذلِكَ عَصَمُوْا مِنّى دِمَاءَهُمْ وَ
اَمْوَالَهُمْ اِلاَّ بِحَقّ اْلاِسْلاَمِ. وَ حِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ عَزَّ وَ
جَلَّ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 336
Artinya: Dari Ibnu
‘Umar, bahwa Nabi SAW bersabda, “Aku diperintah untuk memerangi orang-orang,
sehingga mereka mengakui tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad
itu utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Kemudian
apabila mereka telah melaksanakan yang tersebut itu, mereka mendapat
perlindungan dariku, tentang darah mereka dan harta mereka, kecuali yang
dibenarkan Islam. Sedang perhitungan mereka, adalah di tangan Allah ‘Azza wa
Jalla”. (HR.
Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 336)
عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيّ
قَالَ: بَعَثَ عَلِيٌّ وَ هُوَ بِاْليَمَنِ اِلَى النَّبِيّ ص بِذُهَيْبَةٍ
فَقَسَّمَهَا بَيْنَ اَرْبَعَةٍ. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِتَّقِ
اللهَ. فَقَالَ: وَيْلَكَ اَوَلَسْتُ اَحَقَّ اَهْلِ اْلاَرْضِ اَنْ يَتَّقِيَ
اللهَ! ثُمَّ وَلَّى الرَّجُلُ. فَقَالَ خَالِدُ بْنُ اْلوَلِيْدِ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، اَلاَ اَضْرِبُ عُنُقَهُ؟ فَقَالَ: لاَ، لَعَلَّهُ اَنْ يَكُوْنَ يُصَلّى.
فَقَالَ خَالِدٌ: وَ كَمْ مِنْ مُصَلّ يَقُوْلُ بِلِسَانِهِ مَا لَيْسَ فِى
قَلْبِهِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنّى لَمْ اُوْمَرْ اَنْ اُنَقّبَ عَنْ قُلُوْبِ النَّاسِ وَ لاَ اَشُقَّ
بُطُوْنَهُمْ. مختصر من حديث احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 338
Artinya: Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia
berkata : Ali yang waktu itu berada di Yaman, pernah mengirim sekeping emas
pada Nabi SAW. Lalu Nabi SAW membagikannya kepada empat orang. Kemudian ada
seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, takutlah kepada Allah (karena
menganggap Nabi SAW tidak adil dalam pembagian itu). Lalu Nabi SAW menjawab,
“Celaka kamu, bukankah aku orang yang paling baik diantara penduduk bumi ini
yang bertaqwa kepada Allah ?”. Kemudian laki-laki itu berpaling. Lalu Khalid
bin Walid bertanya, “Ya Rasulullah, bolehkah aku penggal lehernya ?”. Nabi SAW
menjawab, “Jangan, barangkali dia melakukan shalat”. Khalid berkata, “Berapa
banyak orang yang shalat yang hanya menyatakan dengan lisannya saja, tetapi
tidak demikian di dalam hatinya”. Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Sesungguhnya
aku tidak diperintahkan untuk menyelidiki hati-hati manusia, dan tidak pula
untuk membelah perut-perut mereka”. (Diringkas
dari suatu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 338)
Menyuruh
anak kecil untuk shalat:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ
اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. مُرُوْا صِبْيَانَكُم
بِالصَّلاَةِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِيْنَ وَ
فَرّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى اْلمَضَاجِعِ. احمد و ابو داود، فى نيل الاوطار 1: 348
Artinya: Dari ‘Amr bin
Syu’aib, dari ayahnya, dari datuknya, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah anak-anak kecilmu melakukan shalat
pada (usia) tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila lalai) atasnya pada
(usia) sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka pada tempat-tempat tidur”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 348)[2]
Maksud dari hadits tersebut menunjukkan wajibnya bagi orang tua menyuruh
(mendidik) anak-anaknya untuk melakukan shalat, apabila mereka berusia tujuh
tahun. Dan mereka harus dipukul (diberi hukuman) karena meninggalkannya,
apabila berusia sepuluh tahun. Dan mereka harus dipisahkan tempat tidurnya.
2.
Hadits tentang
Sholat Sunnah
Pada
beberapa waktu yang lalu kita telah menyampaikan hadits shohih tentang
keutamaan sholat sunnah rowatib yang dilakukan oleh seorang muslim dan muslimah
pada setiap hari sebanyak 12 roka’at secara kontinue. Maka pada kesempatan kali
ini kami akan menyebutkan beberapa hadits shohih dari Nabi shallallahu alaihi
wasallam yang berkaitan dengan keutamaan mengerjakan sholat sunnah di dalam
rumah.
Adapun hadits-hadits tersebut adalah
sebagaimana berikut ini:
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ
فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ
الْمَكْتُوْبَةَ
Artinya: Dari Zaid bin
Tsabit radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Wahai manusia (kaum muslimin, pent), sholatlah kalian di rumah-rumah
kalian, karena shalat seseorang yang paling afdhal (lebih utama) itu dikerjakan
di rumahnya, kecuali shalat fardhu.”(Hadits ini SHOHIH. Diriwayatkan oleh An-Nasaa’i III/198, dan ditakhrij oleh Al-Albani dalam kitab Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah nomor: 1508).
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ
فِي مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيبًا مِنْ صَلَاتِهِ فَإِنَّ اللَّهَ
جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلَاتِهِ خَيْرًا
Artinya: Dari Jabir bin
‘Abdullah radhiyallahu anhu radhiyallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Bila seseorang dari kalian selesai
shalat di masjid, hendaknya ia menjadikan sebagian shalat di rumahnya, sebab
Allah menjadikan kebaikan dari shalatnya di rumahnya.” (Hadits SHOHIH, diriwayatkan oleh
imam Muslim no. 778).[3]
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ
اللهُ فِيهِ وَالَّذِي لَا يُذْكَرُ اللهُ قِيْهِ كَمَثَلِ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Artinya: Dari Abu Musa
radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dan rumah yang tidak
disebut nama Allah di dalamnya, seperti perumpamaan orang hidup dan orang
mati.” (Hadits
Shahih, diriwayatkan Al-Bukhari nomor.6407).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ:
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَيُّمَا أَفْضَلُا
لصَّلَاةُ فِي بَيْتِي أَوْ الصَّلَاةُ فِي الْمَسْجِدِ؟ قَالَ: أَلَا تَرَى إِلَى
بَيْتِيْ مَا أَقْرَبُهُ مِنَ الْمَسْجِدِ, فَلِأَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي
أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُصَلِّيَ فِي الْمَسْجِدِ, إِلَّا أَنْ تَكُوْنَ
صَلَاةٌ مَكْتُوْبَةٌ
Artinya: Dari
Abdullah bin Sa’ad radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku bertanya kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Mana yang lebih utama; shalat di
rumahku atau shalat di masjid?” Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidakkah kamu
lihat rumahku? Betapa dekatnya ia dari masjid. Sungguh aku shalat (sunnah) di
rumahku lebih aku sukai daripada shalat di masjid, kecuali shalat yang
diwajibkan.”
(Diriwayatkan Ahmad (IV/342), Ibnu Khuzaimah (II/210), Ibnu Majah (8731) dan
ditakhrij Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah (1133).)
Faedah-faedah yang terkandung di dalam hadits-hadits
diatas adalah:
1.
Hadits-hadits
tersebut menunjukkan bahwa melaksanakan sholat-sholat sunnah di dalam rumah,
baik itu sholat sunnah Rowatib, sholat Dhuha, Tahajjud atau Qiyamul Lail maupun
sholat sunnah mutlak itu lebih baik dan lebih utama daripada melaksanakannya di
masjid. Bahkan sekalipun dibanding sholat di
masjidil Haram dan
masjid Nabawi.. Dikecualikan sholat Tahiyyatul Masjid maka ia harus dikerjakan
di masjid karena sholat tahiyyatul masjid tidaklah disunnahkan melainkan
berkaitan dengan masuk masjid.
2.
Sholatnya wanita muslimah yang paling utama adalah dikerjakan di
dalam rumahnya, baik itu sholat fardhu yang 5 waktu maupun sholat sunnah. Namun, jika wanita muslimah
ingin mengerjakan sholat di masjid maka hukum boleh dan sah.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam:
Artinya:
“Janganlah kalian melarang para wanita (muslimah) menghadiri masjid (utk
sholat di dalamnya, prnt), meskipun rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi
mereka.”
Dibolehkannya wanita muslimah
mengerjakan sholat di masjid dengan syarat aman dari fitnah kaum lelaki, yakni
tidak bersolek, dan tidak memakai parfum, dan senantiasa berpakaian yang syar’i
tanpa menampakkan auratnya.
3.
Diantara hikmah dianjurkannya mengerjakan sholat sunnah di
rumah ialah agar menjadikan rumah tidak seperti kuburan yg dihuni oleh
orang-orang mati. Mereka telah terputus dari amal ibadah kepada Allah.
4.
Di dalam hadits-hadits
ini juga terdapat petunjuk bahwa seorang muslim dilarang menjadikan kuburan
sebagai tempat beribadah kepada Allah, baik dengan baca Al-Quran, Dzikir dan
wirid, sholat, menyembelih hewan, mempersembahkan sedekah dan nadzar, dan sebagainya.[4]
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam:
Artinya:
“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat berkerumun untuk beribadah. Dan hendaklah kalian
bersholawat kepadaku dimana pun kalian berada, karena sesungguhnya sholawat kalian
akan sampai kepadaku.”
B.
Hadits-hadits
tentang Zakat dan Shodaqoh
1. Hadits tentang Zakat
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ اَلْفِطْرِ ,وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ
صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ وَالْحُرِّ,
وَالذَّكَرِ مُتَّفَقٌ مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ
خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ عَلَيْه
Artinya : Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu
sho' kurma atau satu sho' sya'ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki
dan perempuan, besar kecil dari orang-orang islam; dan beliau memerintahkan
agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan sholat. Muttafaq
Alaihi.
َوَلِابْنِ
عَدِيٍّ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ وَاَلدَّارَقُطْنِيِّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ: اغْنُوهُمْ عَنِ اَلطَّوَافِ فِي هَذَا
اَلْيَوْم
Artinya
: Menurut riwayat Ibnu Adiy dan Daruquthni dengan sanad yang lemah:
"Cegahlah mereka agar tidak keliling (untuk minta-minta) pada hari ini.
َوَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ
اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: ( كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ اَلنَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم صَاعًا مِنْ طَعَامٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا
مِنْ شَعِيرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ. )
مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِوَفِي رِوَايَةٍ: ( أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ ) قَالَ
أَبُو سَعِيدٍ: أَمَّا أَنَا فَلَا أَزَالُ أُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ
أُخْرِجُهُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اَللَّهِ
وَلِأَبِي دَاوُدَ: لَا أُخْرِجُ أَبَدًا إِلَّا صَاعًا
Artinya : Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu
berkata: Pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kami selalu
mengeluarkan zakat fitrah satu sho' makanan, atau satu sho' kurma, atau satu
sho' sya'ir, atau satu sho' anggur kering. Muttafaq
Alaihi. Dalam suatu riwayat lain: Atau satu sho' susu kering. Abu Said berkata:
Adapun saya masih mengeluarkan zakat fitrah seperti yang aku keluarkan pada
zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dalam riwayat Abu Dawud: Aku
selamanya tidak mengeluarkan kecuali satu sho'.[5]
َوَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
زَكَاةَ اَلْفِطْرِ; طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اَللَّغْوِ, وَالرَّفَثِ,
وَطُعْمَةً رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ, فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ
اَلصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ, وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ اَلصَّلَاةِ
فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ اَلصَّدَقَاتِ. ) لِلْمَسَاكِينِ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم
Artinya : Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah
sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna
dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang
mengeluarkannya sebelum sholat, ia menjadi zakat yang diterima dan barangsiapa
mengeluarkannya setelah sholat, ia menjadi sedekah biasa. Riwayat Abu Dawud dan
Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim.[6]
2.
Hadits tentang Shodaqoh
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
: أَنَّ
نَاساً مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالُوا لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ
بِاْلأُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ،
وَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ : أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ
مَا يَتَصَدَّقُوْنَ : إِنَّ لَكُمْ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ
تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ
صَدَقَةً وَأَمْرٍ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً وَنَهْيٍ عَن مُنْكَرٍ صَدَقَةً وَفِي
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوا :
يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ
وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي
حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ
كَانَ لَهُ أَجْرٌ . (رواه مسلم)
Artinya: Dari Abu Dzar radhiallahuanhu : Sesungguhnya sejumlah orang
dari shahabat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam: “ Wahai Rasululullah, orang-orang
kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana
kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan
kelebihan harta mereka (sedang kami tidak dapat melakukannya). (Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda : Bukankah Allah telah menjadikan bagi
kalian jalan untuk bersedekah ? : Sesungguhnya setiap tashbih merupakan
sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah,
setiap tahlil merupakan sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan
setiap kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah
masakah dikatakan berpahala seseorang diantara kami yang menyalurkan syahwatnya
?, beliau bersabda : Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut
disalurkan dijalan yang haram, bukankah baginya dosa ?, demikianlah halnya jika
hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala.
(Riwayat
Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits:
1.
Sikap bijak dalam menanggapi
berbagai kondisi serta mendatangkan kabar gembira bagi jiwa serta menenangkan
perasaan.
2.
Para shahabat berlomba-lomba untuk
berbuat kebaikan.
3.
Luasnya keutamaan Allah ta’ala serta
banyaknya pintu-pintu kebaikan yang dibuka bagi hamba-Nya.
4.
Semua bentuk zikir sesungguhnya
merupakan shodaqoh yang dikeluarkan seseorang untuk dirinya.
5.
Kebiasaan-kebiasaan mubah dan
penyaluran syahwat yang disyariatkan dapat menjadi ketaatan dan ibadah jika
diiringi dengan niat shalih.
6.
Anjuran untuk meminta sesuatu yang
dapat bermanfaat bagi seorang muslim dan yang dapat meningkatkan dirinya ke
derajat yang lebih sempurna.
7.
Didalam hadits ini terdapat
keutamaan orang kaya yang bersyukur dan orang fakir yang bersabar.
C.
Hadits-hadits tentang Puasa dan Haji
1.
Hadits tentang Puasa
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: فِي الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ،
فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ، لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ رواه
البخاري
Artinya:
Dari Sahil ibn sa'din ra dari Nabi saw bersabda: Di Surga ada delapan pintu
surga, ada sebuah pintu gerbang yang disebut Rayyan, tidak memasukinya kecuali
orang-orang yang berpuasa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وعنه أيضاً أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وأخيراً عنه أيضاً قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra berkata: bersabda Rasulullah saw: barang siapa berpuasa
di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan
perhitungan (harapan pahala) akan diampuni baginya (dosa) yang telah
lalu. darinya juga Bahwasanya Rasulullah saw bersabada: barang siapa yang
mendirikan (puasa) ramadhan dengan keimanan dan harapan pahala diampuni
dosa-dosa yang telah lalu, dan terkahir darinya juga, berkata: bersabada
Rasulullah saw: barang siapa menjumpai lailatul qadr dengan keimanan dan
harapan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.
أَنَّ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ
وَتِسْعًا مِنْ ذِى الْحِجَّةِ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ أَوَّلَ
اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam berpuasa pada hari ‘Asyurâ, pada sembilan hari Dzulhijjah, dan pada tiga
hari dalam sebulan: Senin awal dari bulan (berjalan) dan dua Kamis.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad, Abu Dâwud, An-Nasâ`iy, dan Al-Baihaqy. Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albâny)
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ
ثَلَاثِينَ
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Berpuasalah kalian karena
melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, jika hilal hilang
dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban sampai tiga puluh hari.
(HR.
Bukhari No. 1909)
فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Artinya:
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: Maka
berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena
melihatnya, lalu jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh
hari. (HR. Muslim No. 1080, 4)
إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ
وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ
فَإِنْ
Artinya: Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka
janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya (hilal), dan janganlah
kalian berhari raya sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang maka
takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No. 1080,
3)
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى
الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ
تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ
شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10
Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, ...” (HR.
Abu Daud no. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kata Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah bahwa di
antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah
adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan
Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Lihat
Latho-if Al Ma’arif, hal. 459.[7]
Lebih-lebih puasa Arafah pada tanggal 9
Dzulhijjah punya keutamaan yang besar daripada puasa awal Dzulhijjah lainnya.
Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى
اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِى قَبْلَهُ
Artinya:
“Puasa
Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa
Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim no. 1162)
2.
Hadits tentang Haji
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْـهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْـهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ
لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَـهُ جَزَاءٌ إِلَّا
الْجَنَّـةُ )) ﴿رواه البـخاري: ١٧٧٣﴾
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: “’umrah yang satu dengan ‘umrah berikutnya adalah
penghapus dosa yang dilakukan antara masa keduanya, sedangkan haji mabrur
balasannya tiada lain adalah surga.” (HR. Al-Bukhari, nomor
hadits: 1773)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْـهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْـهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ
أَتَى هٰذَا الْبَيْتَ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ؛ رَجَعَ كَمَا
وَلَدَتْـهُ أُمُّـهُ )) ﴿أخرجـه البـخاري: ١٨١٩﴾
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:
Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barangsiapa berhaji ke Baitullah tanpa
berkata keji, tanpa bersetubuh dan tanpa berbuat kefasikan (selama ihram), maka
dia pulang (tanpa dosa) bagaikan bayi yang baru lahir.” (Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadits: 1819). (Mukhtashar
Shahih Muslim, hal.399)
اَلْحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللهِ
يُعْطِيْهِمْ مَا سَـأَلُوا، وَيَسْتَـجِيـْبُ لَهُـمْ مَا دَعَوْا، وَيُخْلِفُ
عَلَيْـهِمْ مَا أَنْفَقُوا، اَلدِّرْهَمَ أَلْفَ أَلْفٍ. ﴿رواه البـيهقى﴾
Artinya: “Orang-orang yang mengerjakan ibadah haji dan
‘umrah adalah tamu-tamu Allah, Allah memberi kepada mereka apa yang mereka
minta, dan Dia mengabulkan semua do’a mereka; kemudian Dia akan mengganti semua
harta yang mereka belanjakan untuknya, satu dirham menjadi sejuta dirham.” (HR.
Baihaqi)
حَدِيثُ جَرِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ : قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ
الْوَدَاعِ اسْتَنْصِتِ النَّاسَ ثُمَّ قَالَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا
يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
Diriwayatkan dari
Jarir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda kepadaku sewaktu Haji Wada’ supaya menyuruh para manusia agar diam.
Setelah orang-orang diam, beliau bersabda: Janganlah kamu kembali menjadi
orang-orang kafir sepeninggalku dengan memukul-mukul leher di antara satu sama
lain di kalangan kamu (HR Bukhari dan Muslim/ Muttafaq ‘alaih).
َوَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( أَتَى اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
أَعْرَابِيٌّ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَخْبِرْنِي عَنْ اَلْعُمْرَةِ,
أَوَاجِبَةٌ هِيَ? فَقَالَ: لَا وَأَنْ تَعْتَمِرَ خَيْرٌ لَكَ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ,
وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ. وَأَخْرَجَهُ اِبْنُ عَدِيٍّ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ ضَعِيفٍ
عَنْ جَابِرٍ مَرْفُوعًا: ( اَلْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ فَرِيضَتَانِ )
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa ada
seorang Arab Badui datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu
berkata: Wahai Rasulullah, beritahukanlah aku tentang umrah, apakah ia wajib? Beliau
bersabda: "Tidak, namun jika engkau berumrah, itu lebih baik bagimu."
Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Menurut pendapat yang kuat hadits ini mauquf. Ibnu
Adiy mengeluarkan hadits dari jalan lain yang lemah, dari Jabir Radliyallaahu
'anhu berupa hadits marfu': Haji dan umrah adalah wajib.[8]
َوَعَنْ
اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم لَقِيَ رَكْبًا بِالرَّوْحَاءِ فَقَالَ: مَنِ اَلْقَوْمُ? قَالُوا:
اَلْمُسْلِمُونَ. فَقَالُوا: مَنْ أَنْتَ? قَالَ: رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم فَرَفَعَتْ إِلَيْهِ اِمْرَأَةٌ صَبِيًّا. فَقَالَتْ: أَلِهَذَا حَجٌّ?
قَالَ: " نَعَمْ: وَلَكِ أَجْرٌ )
رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari
Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bertemu dengan
suatu kafilah di Rauha', lalu beliau bertanya: "Siapa rombongan ini?"
Mereka berkata: Siapa engkau? Beliau menjawab: "Rasulullah." Kemudian
seorang perempuan mengangkat seorang anak kecil seraya bertanya: Apakah yang
ini boleh berhaji? Beliau bersabda: Ya boleh, dan untukmu pahala." Riwayat
Muslim.
َوَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ
عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مَنْ
خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ
اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى اَلشِّقِّ
اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى
عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا, لَا يَثْبُتُ عَلَى
اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ? قَالَ: نَعَمْ وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ
اَلْوَدَاعِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ,
وَاللَفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah al-Fadl
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu duduk di belakang Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam, lalu seorang perempuan dari Kats'am datang. Kemudian
mereka saling pandang. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memalingkan
muka al-Fadl ini ke arah lain. Perempuan itu kemudian berkata: Wahai
Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun
ketika ayahku sudah tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah
aku berhaji untuknya? Beliau menjawab: "Ya Boleh." Ini terjadi pada
waktu haji wada'. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari.[9]
َوَعَنْهُ: ( أَنَّ اِمْرَأَةً مِنْ
جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: إِنَّ أُمِّي
نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ, فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ, أَفَأَحُجُّ عَنْهَا?
قَالَ: نَعَمْ , حُجِّي عَنْهَا, أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ,
أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ? اِقْضُوا اَللَّهَ, فَاَللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Dari
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang perempuan dari Juhainah datang
kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu berkata: Sesungguhnya ibuku
telah bernadzar untuk menunaikan haji, dia belum berhaji lalu meninggal, apakah
aku harus berhaji untuknya? Beliau bersabda: "Ya, berhajilah untuknya.
Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu menanggung hutang, tidakkah engkau yang
membayarnya? Bayarlah pada Allah, karena Allah lebih berhak untuk
ditepati." Riwayat Bukhari.
َوَعَنْهُ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَيُّمَا صَبِيٍّ حَجَّ, ثُمَّ بَلَغَ
اَلْحِنْثَ, فَعَلَيْهِ أَنْ يَحُجَّ حَجَّةً أُخْرَى, وَأَيُّمَا عَبْدٍ حَجَّ,
ثُمَّ أُعْتِقَ, فَعَلَيْهِ أَنْ
يَحُجَّ حَجَّةً أُخْرَى رَوَاهُ اِبْنُ أَبِي شَيْبَةَ,
وَالْبَيْهَقِيُّ وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, إِلَّا أَنَّهُ اِخْتُلِفَ فِي رَفْعِهِ,
وَالْمَحْفُوظُ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ
Dari
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Setiap anak yang haji kemudian setelah baligh, ia wajib haji
lagi; dan setiap budak yang haji kemudian ia dimerdekakan, ia wajib haji
lagi." Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Baihaqi. Para perawinya dapat
dipercaya, namun kemarfu'an hadits ini diperselisihkan. Menurut pendapat yang
terjaga hadits ini mauquf.
َوَعَنْهُ: أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ
رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ, قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ? قَالَ: أَخٌ لِي , أَوْ قَرِيبٌ لِي, قَالَ:
حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ? قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ, ثُمَّ حُجَّ
عَنْ شُبْرُمَةَ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ,
وَابْنُ مَاجَهْ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالرَّاجِحُ عِنْدَ أَحْمَدَ
وَقْفُهُ
Dari
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah
mendengar seseorang berkata: Labbaik 'an Syubrumah (artinya: Aku memenuhi
panggilan-Mu untuk Syubrumah. Beliau bertanya: "Siapa Syubrumah itu?"
Ia menjawab: Saudaraku atau kerabatku. Lalu beliau bersabda: "Apakah
engkau telah berhaji untuk dirimu?" Ia menjawab: Tidak. Beliau bersabda:
"Berhajilah untuk dirimu kemudian berhajilah untuk Syubrumah."
Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. Pendapat
yang kuat menurut Ahmad ia mauquf.
َوَعَنْهُ قَالَ:
خَطَبَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: ( إِنَّ اَللَّهَ كَتَبَ
عَلَيْكُمُ اَلْحَجَّ فَقَامَ اَلْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ فَقَالَ: أَفِي كَلِّ
عَامٍ يَا رَسُولَ اَللَّهِ? قَالَ: لَوْ قُلْتُهَا لَوَجَبَتْ, اَلْحَجُّ
مَرَّةٌ, فَمَا زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ )
رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, غَيْرَ اَلتِّرْمِذِيِّ
Ibnu
Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
berkhutbah di hadapan kami seraya bersabda: "Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan haji atasmu." Maka berdirilah al-Aqra' Ibnu Habis dan bertanya:
Apakah dalam setiap tahun, wahai Rasulullah? Beliau bersabda: "Jika aku
mengatakannya, ia menjadi wajib. Haji itu sekali dan selebihnya adalah
sunat." Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Hadits-hadits
tentang Sholat Sunnah dan Sholat Wajib
Hadits tentang Sholat Sunnah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ:
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَيُّمَا أَفْضَلُا
لصَّلَاةُ فِي بَيْتِي أَوْ الصَّلَاةُ فِي الْمَسْجِدِ؟ قَالَ: أَلَا تَرَى إِلَى
بَيْتِيْ مَا أَقْرَبُهُ مِنَ الْمَسْجِدِ, فَلِأَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي أَحَبُّ
إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُصَلِّيَ فِي الْمَسْجِدِ, إِلَّا أَنْ تَكُوْنَ صَلَاةٌ
مَكْتُوْبَةٌ
Dari Abdullah
bin Sa’ad radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, “Mana yang lebih utama; shalat di rumahku atau shalat
di masjid?” Beliau
shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidakkah kamu lihat rumahku? Betapa
dekatnya ia dari masjid. Sungguh aku shalat (sunnah) di rumahku lebih aku sukai
daripada shalat di masjid, kecuali shalat yang diwajibkan.” (Diriwayatkan Ahmad
(IV/342), Ibnu Khuzaimah (II/210), Ibnu Majah (8731) dan ditakhrij Al-Albani
dalam Shahih Ibnu Majah (1133).)
Hadits tentang Sholat Wajib:
عَنْ اَنَسِ بْنَ مَالِكٍ رض قَالَ: فُرِضَتْ عَلَى النَّبِيّ ص الصَّلَوَاتُ لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِهِ
خَمْسِيْنَ، ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا. ثُمَّ نُوْدِيَ: يَا
مُحَمَّدُ اِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ اْلقَوْلُ لَدَيَّ وَ اِنَّ لَكَ بِهذِهِ
اْلخَمْسِ خَمْسِيْنَ. احمد و النسائى و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 1: 334
Artinya: Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan
shalat itu pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi
sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya
tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu
sama dengan lima puluh kali”. (HR.
Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar
juz 1, hal. 334)
2.
Hadits-hadits
tentang Zakat dan Shodaqoh
Hadits tentang Zakat:
َوَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
زَكَاةَ اَلْفِطْرِ; طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اَللَّغْوِ, وَالرَّفَثِ,
وَطُعْمَةً رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ, فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ
اَلصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ, وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ اَلصَّلَاةِ
فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ اَلصَّدَقَاتِ. ) لِلْمَسَاكِينِ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم
Artinya : Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai
pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan kotor,
dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang
mengeluarkannya sebelum sholat, ia menjadi zakat yang diterima dan barangsiapa
mengeluarkannya setelah sholat, ia menjadi sedekah biasa. Riwayat Abu Dawud dan
Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim.
3. Hadits tentang
Shodaqoh:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
: أَنَّ
نَاساً مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالُوا لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ
بِاْلأُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ،
وَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ : أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ
مَا يَتَصَدَّقُوْنَ : إِنَّ لَكُمْ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ
تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ
صَدَقَةً وَأَمْرٍ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً وَنَهْيٍ عَن مُنْكَرٍ صَدَقَةً وَفِي
بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوا :
يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ
وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي
حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ
كَانَ لَهُ أَجْرٌ . (رواه مسلم)
Artinya: Dari Abu Dzar radhiallahuanhu : Sesungguhnya sejumlah orang dari
shahabat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam: “ Wahai Rasululullah, orang-orang kaya telah
pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat,
mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan
harta mereka (sedang kami tidak dapat melakukannya). (Rasulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam) bersabda : Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan
untuk bersedekah ? : Sesungguhnya setiap tashbih merupakan sedekah, setiap
takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil
merupakan sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan setiap
kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah masakah
dikatakan berpahala seseorang diantara kami yang menyalurkan syahwatnya ?,
beliau bersabda : Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan
dijalan yang haram, bukankah baginya dosa ?, demikianlah halnya jika hal
tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala. (Riwayat
Muslim)
3.
Hadits-hadits tentang Puasa dan Haji
Hadits
tentang Puasa:
أَنَّ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ
وَتِسْعًا مِنْ ذِى الْحِجَّةِ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنَ الشَّهْرِ أَوَّلَ
اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ
“Sesungguhnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berpuasa
pada hari ‘Asyurâ, pada sembilan hari Dzulhijjah, dan pada tiga hari dalam
sebulan: Senin awal dari bulan (berjalan) dan dua Kamis.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad, Abu Dâwud, An-Nasâ`iy, dan Al-Baihaqy. Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albâny)
إِنَّمَا
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا
حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ
Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian
berpuasa sampai kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berhari raya
sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang maka
takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No. 1080,
3)
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى
اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa
setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan
menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Hadits tentang Haji:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْـهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْـهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ
أَتَى هٰذَا الْبَيْتَ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ؛ رَجَعَ كَمَا
وَلَدَتْـهُ أُمُّـهُ )) ﴿أخرجـه البـخاري: ١٨١٩﴾
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:
Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barangsiapa berhaji ke Baitullah tanpa
berkata keji, tanpa bersetubuh dan tanpa berbuat kefasikan (selama ihram), maka
dia pulang (tanpa dosa) bagaikan bayi yang baru lahir.” (Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadits: 1819). (Mukhtashar
Shahih Muslim, hal.399)
B.
Saran-saran
Mengerti
bahkan memahami hadist-hadist tentang ibadah bagi kaum muslim sangatlah
penting, karena hal tersebut dapat lebih meningkatkan ketaatan kaum muslimin
dalam beribadah dan untuk memperolehnya haruslah sering membaca buku-buku yang
berkaitan dengan ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku:
Abyan, Amir. 1997. Fiqih.
Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Al-Ghazali. 1993. Rahasia Haji dan
Umroh. Bandung: Karisma.
Ash-Shiddieqy, M.Hasbi. 2010. Pedoman Haji. Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
Rasyid, Sulaiman.2001. Fiqih Islam.
Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Sitanggal, Anshory Umar. 1987. Fiqih
Syafi’i Sistematis. Semarang: CV. Asy-Syifa.
Sudarsono. 1987. Pokok-pokok Hukum
Islam. Bandung: Rineka Cipta.
Internet:
http://islamwiki.blogspot.com/2012/06/hadits-hadits-seputar-puasa-ramadhan.html#ixzz2l9GCjO7q
[2]
Sulaiman Rasyid.2001. Fiqih Islam.
Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo. Hal.17
[3] http://abufawaz.wordpress.com/2012/11/13/hadits-hadits-shohih-tentang-keutamaan-sholat-sunnah- di-dalam-rumah/
[7]http://islamwiki.blogspot.com/2012/06/hadits-hadits-seputar-puasa
ramadhan.html#ixzz2l9GCjO7q
No comments:
Post a Comment