A.
Mengidentifikasi
pemikiran kepemimpinan
a.
Pengertian pemimpin dan kepemimpinan
Dalam Islam
pemimpin disebut dengan khalifah. Khalifah (adalah wakil, pengganti
atau duta). Sedangkan secara itilah Khalifah adalah orang yang bertugas
menegakkan syariat Allah SWT, memimpin kaum muslimin untuk menyempurnakan
penyebaran syariat Islam dan memberlakukan kepada seluruh kaum muslimin secara
wajib, sebagai pengganti kepemimpinan Rasulullah SAW.
Dari pengertian diatas jelas bahwa pemimpin menurut
pandangan Islam tidak hanya menjalankan roda pemerintahan namun seorang
pemimpin harus mewajibkan kepada rakyatnya untuk melaksanakan apa saja yang
terdapat dalam syariat Islam walaupun bukan beragama Islam. Serta mempengaruhi
rakyatnya untuk selalu mengikuti apa yang menjadi arahan dari seorang pemimpin.
Sedangkan kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi perilaku seseorang, sehingga apa yang menjadi ajakan dan
seruan pemimpin dapat dilaksanakan orang lain guna mencapai tujuan yang menjadi
kesepakatan antara pemimpin dengan rakyatnya.
b. Prinsip Dasar Kepemimpinan
Impian dan harapan besar umat terhadap
pemimpin, mengantarkan betapa penting dan berartinya peran seorang pemimpin
dalam mengatur sebuah masyarakat, bangsa dan negara.
Sejarah membuktikan, kejayaan dan keemasan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas dan kapasitas
para pemimpinnya.
Prinsip-prinsip
kepemimpinan dalam Islam adalah sebagai berikut:
1.
Hikmah. ajaklah manusia ke jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan nasehat yang baik lagi bijaksana (QS. al-Nahl:125).
2.
Qudwah. kepemimpinan menjadi efektif apabila
dilakukan tidak hanya dengan nasihat tapi juga dengan ketauladanan yang baik
dan bijaksana (QS. al-Ahdzab:21).
3.
Musyawarah diskusi. adalah suatu bentuk pelibatan seluruh
komponen masyarakat secara proporsional dalam keikutsertaan dalam pengambilan
sebuah keputusan atau kebijaksanaan (QS.
Ali Imran:159, QS. As-Syura:38). Dengan musyawwarah diskusi dan bertukar
pikiran, maka tidak ada suatu permasalahan yang tak dapat diselesaikan.
4.
Adil. Tidak memihak pada salah
satu pihak. Pemimpin yang berdiri pada semua kelompok dan golongan,
(QS.al-Nisa’:58&135, QS. al-Maidah:8) Dalam memimpin pegangannya hanya pada
kebenaran, shirathal mustaqim (jalan yang lurus). Timbangan dan
ukurannya bersumber pada al-Qur’an dan
al-Hadits. Kecintaannya hanya karena
Allah dan kebencian pun hanya karena Allah. Hukum menjadi kuat tidak hanya saat
berhadapan dengan orang lemah, tapi juga menjadi kuat saat berhadap-hadapan
dengan orang kuat.
5.
Kelembutan hati dan saling mendoakan. Kesuksesan dan keberhasilan Rasulallah
dan para sahabat dalam memimpin umat, lebih banyak didukung oleh faktor
performa pribadi Rasul dan para sahabat yang lembut hatinya, halus perangainya
dan santun perkataannya. Maka Allah SWT menempatkan Muhammad Rasulallah sebagai
rujukan dalam pembinaan mental dan moral sebagaimana firmannya, ”Laqad kana
lakum fi Rasulillahi uswatun hasanah” (Sungguh ada pada diri Rasul suri
tauladan yang baik), (QS. al-Ahdzab:21 dan al-Qalam:10).
6.
Kebebasan berfikir, kreativitas dan berijtihad. Sungguh amat luar biasa,
sepeninggal Rasulallah, para sahabat dapat menunjukkan diri
sebagai sosok pemimpin yang mandiri, kuat, kreatif dan fleksibel.
7.
Sinergis membangun kebersamaan. Mengoptimalkan sumber daya insani yang ada. Salah satu kehebatan Rasulullah dalam
memimpin adalah kemampuan
beliau dalam mensinergikan dan membangun kekuatan dan potensi yang dimiliki
umatnya. Para sahabat dioptimalkan keberadaannya. Keberbedaan potensi yang
dimiliki sahabat dan umat dikembangkan sedemikian rupa, sehingga menjadi
pribadi-pribadi yang tangguh baik mental maupun spritualnya.
B.
Teladan Kepemimpinan Rasulullah saw.
Nabi Muhammad
lahir di Makkah tahun 571 M. Beliau berasal dari keturunan keluarga bangsawan
Arab. Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT yang terakhir dan nabi yang
menyempurnakan agama Allah yaitu agama Islam. Kemudian Allah menurunkan
Alqur’an kepada nabi Muhammad sebagai pedoman hidup. kemudian Al-qur’an
diajarkan Rasullah Saw kepada umatnya yang berisi tentang kehidupan dunia dan
akhirat.
Kepemimpinan
dalam Islam pertama kali dicontohkan oleh Rasululah SAW. Kepemimpinan
Rasulullah sebagai pemimpin spiritual dan masyarakat. Prinsip dasar
kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam
kepemimpinannya beliau mengutamakan uswatun hasanah (pemberian contoh) kepada
para sahabatnya yang dipimpin. Rasulullah memang mempunyai kepribadian yang
sangat agung, hal ini seperti firman Allah, yaitu :
Artinya: “Dan
Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam akhlak yang agung”. (Q.
S. al-Qalam: 4)
Dari
ayat di atas menunjukkan bahwa Rasullullah memang mempunyai kelebihan yaitu
berupa akhlak yang mulia, sehingga dalam hal memimpin dan memberikan teladan
memang tidak lagi diragukan. Kepemimpinan Rasullullah memang tidak dapat ditiru
sepenuhnya, namun setidaknya sebagai umat Islam harus berusaha meneladani
kepemimpinan-Nya. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: "Sesunggunya pada
diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan
harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada
Allah."(
al-Quran surat Al-Ahzab, 33: 21)
Beberapa hal yang diterapkan nabi Muhammad sebagai pemimpin dalam
kehidupannya sehari-hari:
a) Perilaku sosial yang baik
Dalam kehidupan
bermasyarakat, Rasulullah selalu baik hati, riang dan sopan terhadap semua
orang. Seperti Rasulullah selalu dahulu
dalam memberikan salam kepada siapapun termasuk hamba sahaya, kalau Rasulullah
tidak melihat salah satu
sahabat-sahabatnya selama dua atau tiga hari Rasullah menanyakannya.
Jika ternyata sahabat itu sakit, Nabi saw menjenguknya.
b)
Lembut namun tegas
Dalam masalah pribadi, Nabi saw lembut, simpatik dan toleran. Pada
banyak peristiwa sejarah, toleransi Nabi saw merupakan salah satu alasan kenapa
Nabi saw sukses. Namun dalam masalah prinsip ketika mengenai masalah
kepentingan masyarakat atau hukum, Rasulullah tegas dan tidak pernah
memperlihatkan sikap toleran.
c)
Hidup Sederhana
Hidup sederhana
merupakan salah satu prinsip hidup Nabi saw. Nabi saw biasa mengatakan:
“Sungguh menyenangkan kekayaan itu, jika didapat dengan cara yang halal oleh
orang yang tahu cara membelanjakannya”. Nabi saw juga mengatakan: “Kekayaan
merupakan bantuan yang baik bagi ketakwaan”
d)
Ketetapan hati dan sabar
Tekad atau
kemauan keras Nabi saw sungguh luar biasa. Tekad ini mempengaruhi para
sahabatnya juga. Dalam masa hidupnya, beberapa kali kondisi sedemikian rupa
sehingga kelihatannya tak ada lagi harapan, namun tak pernah ada kata gagal
dalam benaknya.
e)
Kepemimpinan
Administrasi dan konsultasi
Sekalipun para sahabat Nabi saw menjalankan setiap perintah Nabi
saw tanpa ragu, dan berulang-ulang mengatakan percaya penuh kepada Nabi saw. Konsultasi
dengan sahabat-sahabatnya yang dipandangnya penting, dan merupakan
faktor-faktor utama yang memberikan sumbangsih bagi pengaruhnya yang luar biasa
di kalangan para sahabatnya. Fakta ini ditunjukkan oleh Al-Qur'an. Al-Qur'an
memfirmankan:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah
lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya”. (QS. Ali Imran :159)
f)
Teratur dan
tertib
Semua
tindakan Nabi saw teratur dan tertib. Nabi saw bekerja sesuai dengan jadwal.
Nabi saw mengajak para sahabatnya untuk berbuat sama. Berkat pengaruh Nabi saw,
para sahabat juga menjadi disiplin.
g)
Mau mendengarkan kritik dan tidak suka pujian yag bersifat
menjilat.
Nabi saw suka bekerja sempurna. Nabi saw biasa mengerjakan
sesuatu dengan benar dan efisien Terkadang Nabi saw terpaksa menghadapi kritik
para sahabat. Namun tanpa bersikap keras terhadap mereka, Nabi saw menjelas-kan
keputusannya, dan para sahabat pun akhimya mau menerima. Nabi saw membenci
sekali pujian yang bersifat menjilat. Nabi saw mengatakan: “lemparkan debu ke
wajah orang yang menjilat”.
h)
Memerangi
kelemahan
Nabi saw tidak
mengeksploitasi titik lemah dan kebodohan orang. Nabi saw justru berupaya
memperbaiki kelemahan orang dan membuat orang mengetahui apa yang tidak mereka
ketahui sebelumnya. Pada hari meninggalnya putra Nabi saw yang berusia tujuh
belas bulan, kebetulan terjadi gerhana matahari. Orang pada mengatakan bahwa
gerhana tersebut terjadi karena duka cita yang merundung Nabi saw. Nabi saw
tidak tinggal diam menghadapi pikiran yang keliru ini. Nabi saw kemudian naik
ke mimbar dan mengatakan: "Wahai manusia! Bulan dan matahari adalah dua
tanda dari Allah. Terjadinya gerhana keduanya bukan karena kematian seseorang”.
i)
Memiliki
kualitas sebagai pemimpin
Nabi
saw memiliki kualitas maksimum kepemimpinan seperti sifat mau tahu, teguh hati,
efisien, berani, tidak takut menghadapi konsekuensi suatu tindakan, mampu
melihat ke depan, mampu menghadapi kritik, mengakui kemampuan orang lain,
mendelegasikan kekuasaan kepada orang lain yang mampu, luwes dalam masalah pribadinya,
keras dalam masalah prinsip, memandang penting orang lain, memajukan bakat intelektual,
emosional dan praktis mereka,bersahaja dan rendah hati, bermartabat dan sangat
memperhatikan pengelolaan sumber daya manusia. Nabi saw sering mengatakan:
“Jika kamu bertiga mengadakan perjalanan bersama, Maka pilih salah satu dari
kalian sebagai pemimpin”.
Dalam konteks kepemimpinan, Nabi mengembangkan
kepemimpinan moral dalam kehidupan politiknya. Oleh karena itu, politik pada
zaman Nabi berfungsi sebagai kendaraan moral yang efektif.
Nabi
Muhammad dengan spirit religiusitas dan moralitasnya berhasil membangun sebuah
komunitas yang beradab di Madinah. Bersama semua unsur penduduk Madinah, Nabi
meletakkan dasar-dasar peradaban (madaniyyah) dengan membuat sebuah perjanjian
(Piagam Madinah) yang mengatur mengenai kehidupan beragama, ekonomi, sosial,
dan politik. Dalam hal ini, ikatan keadaban (bond of civility) ditegakkan oleh
semangat universal ketuhanan untuk menegakkan sistem hukum yang adil dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Moralitas menjadi kunci penting dalam kepemimpinan yang
dikembangkan oleh Nabi. Berdasarkan bukti-bukti historis, moralitas menjadi
titik poros bagi pengembangan kehidupan bersama yang mampu menciptakan
kesejahteraan. Oleh karena itu, jika mengharapkan bangsa Indonesia mampu keluar
dari krisis menuju ke arah kehidupan yang menyejahterakan, kepemimpinan yang
berlandaskan kepada moralitas merupakan sebuah kebutuhan mutlak. Sebaliknya,
pemimpin yang tidak mempertimbangkan moralitas hanyalah akan mengantarkan
negara kearah kehancuran.
Karakteristik kepemimpinan Rasulullah saw.
adalah, kejujuran yang teruji dan terbukti. Kejujuran adalah perilaku kunci
yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan (kredibilitas) sebagai seorang
pemimpin. Di samping itu, beliau juga cakap dan cerdas, inovatif dan berwawasan
ke depan, tegas tapi rendah hati, pemberani tapi bersahaja, kuat fisik dan
tahan penderitaan.
Pola kepemimpinan Rasulullah Muhammad saw., dapat
dijadikan rujukan yang utama dalam kehidupan umat manusia, terutama bagi yang
beriman dan bertakwa, serta selalu berzikir kepada Allah SWT. Hal ini sejalan
sebagaimana diungkap Allah dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 21, yang berbunyi :
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١
Artinya:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi kamu yaitu bagi
orang yang mengharap rahmat Allah dan hari akhir dan dia banyak menyebut nama
Allah”.
C.
Suksesi Kepemimpinan Islam
Suksesi
(pergantian kepemimpinan) kepemimpinan Islam setelah Rasulullah Saw adalah
khulafaurasyidin. kepemimpinan khulafaur
al-Rasyidun adalah suksesi
kepemimpinan Islam periode awal. Khalifah
pertama yang diangkat adalah Abu Bakar, Abu Bakar terpilih dari hasil
musyawarah yang cukup keras antara kaum muhajirin dan anshor. Musyawarah
tersebut dilaksanakan sebelum nabi Muhammad di makamkan.
Menjelang
shalat isya’, Abu Bakar naik mimbar dan menucapkan pidato inugarasi sebagai
berikut:
Artinya: ”Hai
orang banyak, aku diangkat mengepalai kamu dan aku bukanlah terbaik di antara
kalian. Jika aku melakukan kebaikan maka sokonglah, dan jika melakukan
kesalahan maka tegurlah. Kebenaran adalah amanat dan kebohongan adalah khianat.
Yang terlemah diantara kamu bagiku adalah yang terkuat sampai aku mengambil dan
memulangkan haknya. Yang terkuat di antara kamu aku anggap lemah sampai aku
mengambil hak si lemah dari tangannya. Janganlah seorang di antara kalian
meninggalkan jihad, kaum yang meninggalkan jihad akan diitimpakan kehinaan oleh
Allah. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Bila aku
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban patuh kepadaku. Kini
marilah kita menunaikan shalat semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kamu.
Pidato ini
mencerminkan kebijakan pemimpin yang baru dan menempatkan rakyat sebagai sumber
kedaulatan negara.
Sesudah Abu
Bakkar wafat Umar Ibn al-Khaththab menggantikannya atas penunjukan dan
inisiatif Abu Bakar. Sebelum wafat beliau telah membicarakan keinginannya
tersebut dengan beberapa sahabat besar. Alasan Abu Bakar hanya bermusyawarah
dengan para sahabat adalah mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan
perpecahan di kalangan umat Islam. Umar adalah sosok yang tegas dan lugas dan
tampaknya memang sangat diperlukan untuk menanamkan disiplin kepada umat Islam
yang sudah semakin luas daerahnya.
Sebelum
meninggal Umar telah membentuk panitia atau tim formatur yang diketuai
Abdurrahman Ibn Auf yang anggotanya adalah Usman, Ali, Thalhah, zubair, sa’ad
ibn Auf. Kemudian terpilihlah Usman Ibn Affan. Sebagai khalifah ketiga Usman
adalah termasuk di antara murid-murid awal. Seorang saudagar kaya yang dermawan
dan mendapat gelar Dzun al-Nurain. Karena ada dua orang putri Rasulullah
yang pernah menjadi istrinya.
Setelah Usman
wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah.
semula Ali menolak, akan tetapi karena desakan massa, akhirnya Ali Ibnu Abi
Thalib siap menduduki jabatan khalifah. Ali dibaiat di Masjid Nabawi.